I.
Etika Kerja Menurut Islam
ETIKA
berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos yang berarti watak, sikap,
kesusilaan, kepribadian, adat serta keyakinan dalam melakukan sesuatu. Sikap
ini tidak hanya dimiliki oleh Individu, tetapi Juga oleh kelompok bahkan
masyarakat yang dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem
nilai yang diyakininya. Dalam Islam etika/ ethos dianggap sebagai akhlak (budi
pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat seseorang) yakni tingkah laku atau
perlakuan manusia ke arah kebaikan dan kemanfaatan hidup.
Kerja,
dapat dldellnlslkan sebagai aktivitas karena adanya dorongan untuk mewujudkan
sesuatu sehingga tumbuh rasa tanggung Jawab yang besar untuk menghasilkan karya
atau produk yang berkualitas.Dalam Islam pengertian kerja dapat dibagi dalam
dua bagian. Pertama, kerja dalam arti umum yaitu semua bentuk usaha yang
dilakukan manusia baik da lam hal materi atau non materi, intelektual atau
fisik maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniaan dan keakhlr-atan.
Kedua, kerja dalam arti sempit ialah kerja untuk memenuhi tuntutan hidup
manusia berupa sandang, pangan dan papan yang merupakan kebutuhan bagi setiap
manusia dan muaranya adalah Ibadah.
Banyak
tuntunan dalam Al-Quran dan Hadits tentang bekerja. Dalam QS At Taubah 105
disebutkan bahwa Dan katakanlah bekerjalah kamu. makaAUah dan RasulNya serta
orang-orang mukmin akan melihal pekerjaanmu Itu. dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allali) yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
dlberiiakanNua kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."
Dengan
kata lain Islam sangat membenci pada orang yang malas dan bergantung pada orang
lain. Sikap ini diperlihatkan Umar bin Khattab ketika mendapati seorang sahabat
yang selalu berdoa dan tidak mau bekerja. "Janganlah seorang dari kamu
duduk dan malas mencari rizki kemudian Ia mengetahui langit tidak akan
menghujankan mas dan perak. Rasulullah SAW pun senantiasa berdoa kepada Allah
agar dijauhi sifat malas, sifat lemah dan berlindung dari Allah, penakut dan
sangat tua dan saya berlindung ke-pada-Mu dari siksa kubur dan dari ujianhidup
dan mali (HR Abu Daud).
Secara
normatif, seharusnya kaum muslim khususnya di Indonesia memiliki etos kerja
tinggi. Mengapa? Karena Islam mengajaran agar umatnya memiliki etos kerja yang
sangat kuat dengan senantiasa menclptaan produktivitas dan progrcslfitas di
berbagai bidang dalam kehidupan ini.InstituteJbrManagemenl o/DeueloplneiU,
Swiss. World Competitiveness Book (2007). memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkat
produktivitas kerja Indonesia yang sebagian besar umat Islam berada pada posisi
59 dari 60 negara yang disurvei. Atau semakin turun ketimbang tahun 2001 yang
mencapai urutan 46. Sementara itu negara-negara Asta lainnya berada di atas
Indonesia seperti Singapura (peringkat 1). Thailand (27), Malaysia (28). Korea
(29). Cina (31). dan Filipina (49).
Urutan
peringkat tersebut berkaitan juga dengan kinerja pada dimensi lainnya yakni
pada Economic Performance pada tahun 2005 berada pada urutan buncit yakni ke
60. Business Efficiency (59). dan Gouernment Efficiency (55). Hal ini diduga
kuat bahwa semuanya itu karena mutu sumberdaya manusia Indonesia yang tidak
mampu bersaing. Juga mungkin kaerna faktor budaya kerja yang juga masih lemah
dan tidak merata.
Ada
sebuah hadits Nabi yang sangat mendorong umat Islam untuk menjadi produsen dari
kemajuan. Hadis tersebut memiliki makna "barangslapa yang hari Ini lebih
baik daii hari kemarin maka sesung-gulmya dia telah berwxlung. barangslapa yang
hari ini sama dengan hari kemarin. maka sesungguhnya Ia telah merugi Dan
barangsiapa yang hari Int lebih buruk dari hari kemarin, maka sesungguhnya Ia
ter-laknat. (al-Hadits)
Istilah
yang dipakai dalam Al-Quran dan hadits untuk bekerja adalah "amal."
Menurut Prof Dr KH All Yafie, "kata amal mengandung pengertian segala apa
yang diperbuat atau dikerjakan seseorang, apakah Itu khairon atau shallhan
(baik) maupun syarron atausuan (buruk.Jahat). Dari sini Juga dapat dlfahaml
bahwa kata "sha-lih" adalah predikat dari amal atau kualitas kerja
(kerja, usaha yang berkualitas). Oleh sebab Itu setiap kerja adalah amal, dan
Islam mengarahkan setiap orang untuk berbuat atau melakukan amal (kerja) yang
berkualitas (shalih).
Tujuan
Umum Bekerja
Ada
beberapa tujuan orang bekerja antara lain untuk mendapatkan nafkah. Dengan itu,
orang berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup sandang, pangan dan papan selain
juga untuk membiayai pemeliharaan kesehatan.Dalam pandangan Islam, kebutuhan
bisa diartikan sebagai hasrat manusia yang perlu dipenuhi atau dipuaskan.
Kebutuhan bermacam-macam dan bertlng-kat-tingkat, namun secara umum dapat
dibagi dalam Uga jenis sesuai dengan tingkat kepentingannya. Primer (dharwy).
sekunder (hajlyal), dan tertier(kamaHyat). Al-Quran secara tegas menyebutkan
ketiga macam kebutuhan primer Itu mengingatkan manusia pertama Nabi Adam dan
Siti Hawa pada saat menginjakkan kakinya di bumi. Allah mengingatkan mereka
berdua dalam QS Thaha 117-119.
Maka
Kami berkata. Hal Adam, sesungguhnya ftii (iblis) adalalx musuh bagimu dan bagi
Istrimu. maka sekali-kali Janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari
surga karena (jika demikian) engkau akan bersusalx payah. Sesung-gulviya engkau
tidak akan dalmga. tidak pula disengat panas matahari di sana (surga).Yang
dimaksud bersusah payah adalah bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka yang ada
di dunia. Ketiga jenis kebu -tuhan di atas mengantarkan manusia untuk
berikhtiar dan bekerja.
Pandangan
Islam terhadap pekerjaan amatlah positif. Manusia diperintahkan Allah untuk
mencari rezki bukan hanya untuk mencukupi kebutuhannya tetapi Al-Quran
memerintahkan untuk mencari apa yang diistilahkan fadhl Allah, yang secara
harfiah berarti "kelebihan yang bersumbr dari Allah." Salah satu ayat
yang menunjuk masalah Ini adalah QS Al Jumuah 10 "Apabila kamu telah
selesai shalat (Jumat) maka bertebaranlah d( bumi dan carilah fadhl (kelebihan
rezki) Allal\ ba nyakbanyaklali mengingat Allalx supaya kamu
beruntung."Dalam ayat tersebut dapat kita pahamibahwa terdapat relasi
antara Iman sebagai sistem nilai serta ide dengan amal shaleh yang merupakan
realisasinya.
Etos
Kerja Menurut Pemikir Barat Pada 1905 sosiolog Jerman Max Weber, merumuskan
hubungan rasional antara etos kerja dan kesuksesan suatu masyarakat dalam buku
klasik "The Proiteslarrt Ethnic and The Spirit of Capitalism (Weber.
1958). Etos bangsa Jerman yang diformulasikan Weber antara lain bertindak
rasional, berdisiplin tinggi, bekerja keras, berorientasi sukses material,
tidak mengumbar kesenangan, hemat dan bersahaja menabung serta berinvestasi.
Kata Weber, etos inilah pangkal kemajuan masyarakat Protestand di Eropa dan
Amerika.
Meskipun
sejumlah kritik dialamatkan kepada Weber karena kesan kuat yang menyatakan
bahwa etos kerja Protestant lebih unggul dibandingkan dengan etos berbasis
agama lain - padahal kenyataannya tidaklah demikian, misalnya etos kerja Jepang
yang berbasis pada agama Tokugawa -namun intisari teori Weber yaitu bahwa etos
kerja adalah kunci dan fondasi keberhasilan suatu masyarakat atau bangsa dapat
diterima secara aklamasi.
Pada
1997, Samuel Huntington dalam buku "Culture Matters (Huntington and
Harrison. 2000) menuturkan sepenggal kisah ironis. Pada permulaan 1960-an
data-data ekonomi Korea Selatan dan Ghana nyaris sama. GNP kedua negara relatif
tidak berbeda dan tingkat kesejahteraan rakyatnya Juga hampir sama. Tetapi 30
tahun kemudian keadaan tersebut berubah drastis. Kondisi kedua negara berbeda
bagai bumi dan langit.
Korea
Selatan berkembang menjadi raksasa industri, termasuk 14 negara dengan
pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia, memiliki banyak perusahaan
multinasional, eksportir, otomotif, elektronik, produk-produk manufaktur
lainnya. Sedangkan Ghana tetap di tempat sebagai negara miskin, Mengapa hal
yang aneh ini bisa terjadi? Huntington menyebutkan satu-satunya alasan perbedaan
bur daya. Budaya dalam artian perilaku khas suatu kelompok sosial, termasuk
cara hidup, gaya hidup, kebiasaan, dan nilai1 nilainya. Dengan kata lain
perbedaan etos. Etos yang tumbuh di Korea Selatan adalah kerja keras, disiplin,
berhemat, menabung dan mengutamakan pendidikan.
Bekerja Sebagai Satu Kewajiban Seorang Hamba Kepada Allah SWT
• Allah SWT memerintahkan bekerja kepada setiap hamba-hamba-Nya (QS. Attaubah/ 9 : 105) :
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
1. Dan katakanlah:
"Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan".
2. Seorang insan
minimal sekali diharuskan untuk dapat memberikan nafkah kepada dirinya sendiri,
dan juga kepada keluarganya.
3. Dalam Islam
terdapat banyak sekali ibadah yang tidak mungkin dilakukan tanpa biaya &
harta, seperti zakat, infak, shadaqah, wakaf, haji dan umrah. Sedangkan biaya/
harta tidak mungkin diperoleh tanpa proses kerja. Maka bekerja untuk memperoleh
harta dalam rangka ibadah kepada Allah menjadi wajib. Kaidah fiqhiyah
mengatakan :
مَالاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ
وَاجِبٌ
Suatu
kewajiban yang tidak bisa dilakukan melainkan dengan pelaksanaan sesuatu, maka
sesuatu itu hukumnya wajib.
Keutamaan
(Fadhilah) Bekerja
Dalam
Islam
1. Orang yang
ikhlas bekerja akan mendapatkan ampunan dosa dari Allah SWT. Dalam sebuah
hadits diriwayatkan :
مَنْ أَمْسَى كَالاًّ مِنْ عَمَلِ
يَدِهِ أَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ (رواه
الطبراني)
Barang
siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah
dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh
Allah SWT. (HR. Thabrani)
2. Akan
diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, zakat,
haji & umrah. Dalam sebuah riwayat dikatakan :
إِنَّ مِنَ الذُّنُوْبِ لَذُنُوْبًا، لاَ تُكَفِّرُهَا
الصَّلاةُ وَلاَ الصِّياَمُ وَلاَ الْحَجُ
وَلاَ الْعُمْرَةُ، قَالَ وَمَا
تُكَفِّرُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ الْهُمُوْمُ
فِيْ طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ (رواه الطبراني)
‘Sesungguhnya
diantara dosa-dosa itu, terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan
shalat, puasa, haji dan umrah.’ Sahabat bertanya, ‘Apa yang dapat
menghapuskannya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Semangat dalam mencari
rizki.’ (HR. Thabrani)
3.
Mendapatkan ‘Cinta Allah SWT’. Dalam sebuah riwayat
digambarkan :
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ (رواه الطبراني)
Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang giat bekerja. (HR. Thabrani)
4.
Terhindar dari azab neraka
Dalam
sebuah riwayat dikemukakan, "Pada suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari
berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru kembali dari Perang Tabuk, beliau
melihat tangan Sa'ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena
diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya, 'Kenapa tanganmu?' Saad
menjawab, 'Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah
keluarga yang menjadi tanggunganku." Kemudian Rasulullah SAW mengambil
tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, 'Inilah tangan yang tidak akan
pernah disentuh oleh api neraka'" (HR. Tabrani)
Rumusan Bekerja Dalam IslamJAMSOS – AKH
JAMSOS – AKH yaitu Jaminan Sosial Akhirat = SURGA
وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang mu'min lelaki dan perempuan, (akan
mendapat) syurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di
dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat tinggal yang bagus di syurga `Adn. Dan
keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS.
Attaubah, 9 : 72)
Bekerja Yang Shahih = Surga
العمل الصحيح = الجنة
Syarat Mendapatkan Surga
Dengan Bekerja
1. Niat Ikhlas Karena Allah SWT
النية الخاصة لله تعالى
Artinya
ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah SWT sebagai kewajiban dari
Allah yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Dan konsekwensinya adalah ia
selalu memulai aktivitas pekerjaannya dengan dzikir kepada Allah. Ketika
berangkat dari rumah, lisannya basah dengan doa bismillahi tawakkaltu alallah..
la haula wala quwwata illa billah.. Dan ketika pulang ke rumahpun, kalimat
tahmid menggema dalam dirinya yang keluar melalui lisannya.
2. . Itqan, sungguh-sungguh dan
profesional dalam bekerja الإتقان الإتقان في العمل
Syarat
kedua agar pekerjaan dijadikan sarana mendapatkan surga dari Allah SWT adalah
profesional, sungguh-sungguh dan tekun dalam bekerja.
Diantara
bentuknya adalah, tuntas melaksanakan pekerjaan yang diamanahkan kepadanya,
memiliki keahlian di bidangnya dsb.
Dalam sebuah hadits
Rasulullah bersabda إِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبراني)
Sesungguhnya
Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, ia menyempurnakan
pekerjaannya. (HR. Tabrani)
3. . Bersikap Jujur & Amanah الصدق والأمانة الصدق والأمانة
Karena
pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik
secara duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari
Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang
dilakukannya. Implementasi jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah
dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, tidak curang,
obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW
bersabda:
(رواه الترمذي) التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ اْلأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ
وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
Seorang
pebisnis yang jujur lagi dapat dipercaya, (kelak akan dikumpulkan) bersama para
nabi, shiddiqin dan syuhada’. (HR. Turmudzi)
4. Menjaga Etika Sebagai Seorang Muslim
الأخلاق الإسلامية
التخلق بالأخلاق الإسلامية
Bekerja
juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seroang muslim, seperti etika
dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan
customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri
kesempurnaan iman seorang mu'min.
Dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW bersabda :(رواه الترمذي) أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Sesempurna-sempurnanya
keimanan seorang mu’min adalah yang paling baik akhlaknya (HR. Turmudzi)
5. Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip
Syariah مطبقا
بالشريعة مطبقا بالشريعة الإسلامية
Aspek
lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar
prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang dilakukannya. Tidak melanggar
prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa hal :
Pertama
dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti memporduksi tidak
boleh barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi),
mengandung unsur riba, maysir, gharar dsb.
Kedua
dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti
risywah, membuat fitnah dalam persaingan, tidak menutup aurat, ikhtilat antara
laki-laki dengan perempuan, dsb.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلاَ تُبْطِلُوا
أَعْمَالَكُمْ
Hai
orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul dan
janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. (QS. Muhammad, 47 : 33)
6. Menghindari Syubhat
الإبتعاد عن الشبهات
Dalam
bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya syubhat atau sesuatu yang
meragukan dan samar antara kehalalan dengan keharamannya. Seperti unsur-unsur
pemberian dari pihak luar, yang terdapat indikasi adanya satu kepentingan
terntentu. Atau seperti bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara umum
diketahui kedzliman atau pelanggarannya terhadap syariah. Dan syubhat semacam
ini dapat berasal dari internal maupun eksternal.
Oleh
karena itulah, kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini. Dalam sebuah
hadits Rasulullah SAW bersabda, "Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan
diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang
terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang
diharamkan..." (HR. Muslim)
7. Menjaga Ukhuwah Islamiyah
المراعاة بالأخوة الإسلامية
Aspek
lain yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah
antara sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan
perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin. Rasulullah SAW sendiri mengemukakan
tentang hal yang bersifat prefentif agar tidak merusak ukhuwah Islamiyah di
kalangan kaum muslimin. Beliau mengemukakan, "Dan janganlah kalian membeli
barang yang sudah dibeli saudara kalian" Karena jika terjadi kontradiktif
dari hadits di atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah Islamiyah diantara
mereka; saling curiga, su'udzon dsb.
izin comot ya gan
ReplyDeletethanks before :D