SEJARAH
BANGSA ARAB
SEBELUM
ISLAM
Haruslah
kita ketahui walaupun agak sedikit keadaan bangsa Arab sebelum datang agama
Islam, karena bangsa Arablah bangsa yang mula-mula menerima agama Islam.
Sebelum
datang agama Islam, mereka telah mempunyai berbagai macam agama, adat istiadat,
akhlak dan peraturan-peraturan hidup. Agama baru ini pun datang membawa akhlak,
hukum-hukum dan peraturan-peraturan hidup.
Jadinya
agama baru ini datang kepada bangsa yang bukan bangsa baru. Maka bertemulah
agama Islam dengan agama-agama jahiliah, peraturan-peraturan Islam dengan
peraturan-peraturan bangsa Arab sebelum Islam. Kemudian terjadilah pertarungan
yang banyak memakan waktu. Pertarungan-pertarungan ini baru dapat kita dalami,
kalau pada kita telah ada pengetahuan dan pengalaman sekedarnya, tentang
kehidupan bangsa Arab, sebelum datangnya agama Islam.
Cara
semacam ini perlu juga kita pakai, bilamana kita hendak memperkatakan masuknya
agama Islam ke Indonesia, Mesir atau Siria. Kita harus mengetahui sekedarnya
keadaan negeri-negeri ini sebelum datangnya agama Islam, karena pengetahuan
kita tentanghal itu akan menolong kita untuk mengenal dengan jelas, betapa
caranya masing-masing negeri ini menyambut kedatangan agama Islam.
Bagsa
Arab seperti yang akan kita terangkan nanti, terbagi atas dua bahagian, yaitu:
penduduk gurun pasir dan penduduk negeri.
Sejarah
bangsa Arab penduduk gurun pasir hampir tidak dikenal orang. Yang dapat kita
ketahui dari sejarah mereka hanyalh yang dimulai dari kira-kira lima puluh
tahun sebelum Islam. Adapun yang sebelum itu tidaklah dapat diketahui. Yang
demikian disebabkan karena bangsa Arab penduduk padang pasiritu terdiri atas
berbagai macam suku bangsa yang selalu berperang-perangan.
Peperangan-peperangan itu pada asal mulanya ditimbulkan oleh keinginan
memelihara hidup, karena hanya siapa yang kuat sajalah yang berhak memiliki
tempat-tempat yang berair dan padang-padang rumput tempat menggembalakan
binatang ternak. Adapun si lemah, dia hanya berhak mati atau jadi budak.
Peperangan-peperangan
itu menghabiskan waktu dan tenaga; karena itu mereka tidak mempunyai waktu dan
kesempatan lagi untuk memikirkan kebudayaan. Dan bilamana di antara mereka
dapat bekerja, mencipta dan menegakkan suatu kebudayaan, datanglah orang lain
memerangi dan meruntuhkannya.
Dan
lagi, mereka buta huruf. Oleh karena itu sejarah dan kehidupan mereka tiadalah
dituliskan.
Jadi,
tidak ada bengunan-bangunan yang dapat melukiskan sejarah mereka; dan tidak ada
pula tulisan-tulisan yang dapat menjelaskan sejarah itu. Adapun yang sampai
kepada kita tentang orang-orang jaman dahulu itu, adalah yang diceritakan oleh
kitab-kitab suci. Sejarah mereka, muali dari masa seratus lima puluh tahun
sebelum Islam, dapat kita ketahui dengan perantaraan syair-syair atau
cerita-cerita yang diterima dari perawi-perawi.
Adapun
sejarah bangsa Arab penduduk negeri, Adalah lebih jelas. Negeri-negeri mereka
ialah: Jazirah Arab bahagian selatan, kerajaan Hirah dan Ghassan, dan beberapa
kota ditanah Hejaz.
ILMU
BUMI JAZIRAH ARAB
Jazirarah
dalam bahasa Arab berarti pulau, jadi "Jazirah Arab" berarti
"Pulau Arab".
Oleh
bangsa Arab tanah air mereka disebut jazirah, kendati pun hanya dari tiga dari
tiga jurusan saja dibatasi oleh laut. Yang demikian itu adalah secara majas
(tidak sebenarnya).
Sebagian
ahli sejarah menamai tanah Arab itu "Shibhul jazirah" yang dalam
bahasa Indonesia berarti "Semenanjung".
Kalau
diperhatikan kelihatanlah bahwa Jazirah Arab itu berbentuk empat persegi
panjang, yang sisi-sisinya tiada sejajar.
Di
sebelah barat berbatasan dengan Laut Merah, disebelah selatan dengan Lautan
Hindia, di sebelah timur dengan Teluk Arab (dahulu namanya Teluk Persia) dan di
sebelah utara dengan Gurun Irak dan Gurun Syam (Gurun Siria). Panjangnya 1000
Km lebih, dan lebarnya kira-kira 1000 Km.
Bila
salah seorang dari warganya, atau dari pengikut-pengikutnya dianiaya orang atau
dilanggar haknya, maka menjadi kewajiban atas kabilah atau suku itu menuntut
bela.
Oleh
karena itu, maka acap kalilah terjadi peperangan-peperangan antara suku dengan
suku yang lain. Peperangan-peperangan ini kadang-kadang berterusan sampai
beberapa turunan (Ajjamul Arab fil Djahiliah oleh al ustadz Djada’l Maula cs).
Untuk
memuliakan dan menghormati Ka’bah yang didatangi oleh bangsa Arab dari segenap
penjuru guna mengerjakan haji dan umrah, maka dilaranglah berperang atau
melancarkan penyerangan-penyerangan pada beberapa bulan dalam setahun, yaitu
pada bulan Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram (pada bulan-bulan tersebut mereka
mengerjakan haji) dan Rajab (dibulan ini mereka mengerjakan umrah).
Akan
tetapi kadang-kadang amat berat oleh penduduk padang pasir menghentikan
peperangandalam masa tigabulan berturut-turut, oleh karena itu kadang-kadang
bulan Muharram itu mereka tukar dengan Safar, maka mereka bolehkanlah berperang
dibulan Muharram dan mereka larang dibulan Safar; tindakan ini mereka namai
"an nasi" (pengunduran).
Orang
Arab penduduk padang pasir pemberani-pemberani. Berani berarti suatu sifat yang
amat menonjol pada mereka. Keberanian ini ditimbulkan oleh keadaan mereka yang
sebagai dituturkan oleh Ibnu Khaldun (Al Muqaddimah, 125).
"Mereka
selamanya harus membawa senjata. Dan sering sendirian di pesawangan atau di
padang pasir. Tak ada yang akan melindungi di waktu itu, hanyalah keberanian
mereka sendiri".
Oleh
karena penghidupan di padang pasir serba sulit, tidak sebagai di negeri-negeri,
maka bangsa Arab penduduk padang pasir selalu menggangu dan menyerang penduduk
negeri. Sebab itu penduduk padang pasir dipandang sebagai orang-orang biadab
yang tidak dapat ditaklukkan atau dikuasai oleh penduduk negeri (Al Muqaddimah:
121).
Sifat-sifat
padang pasir dan penduduknya sebagai disebutkan diatas, menyebabkan keadaan
bagian tengah - yakni bagian dalam dari Jazirah Arab itu – tidak dikenal oleh
kaum pelancong dan penulis-penulis. Diwaktu agama Islam datang dan telah
tersiar di segenap penjuru Jazirah Arab, mulailah penduduk padang pasir
berdatangan ke kota-kota; maka diceritakan merekalah peri-kehidupan di padang
pasir itu.
Ciri-ciri
padang pasir sebagai disebutkan di atas, menyebabkan penduduk padang pasir itu
terhindar dari penjajahan.
Bangsa
Badui telah pernah memegang peranan penting dalam melancarkan perniagaan dunia,
yaitu sebelum Terusan Suez digali. Laut Merah di waktu itu belum dipakai untuk
pelayaran, karena banyak berpulau-pulau. Maka kaum Badui penduduk gurun itulah
yang bekerja memperhubungkan perniagaan antara benua Asia dan benua Eropa
dengan melalui Jazirah Arab. Lin-lin perniagaan telah mereka atur dengan rapih
dan seksama.
Sistem
pemerintahan pada bangsa Badui itu ialah sistem bersuku-suku. Msing-masing suku
memilih seorang kepala yang akan mereka ikuti. Yang dipilih menjadi kepala
suatu suku ialah orang yang mempunyai sifat-sifat yang amat dimuliakan oleh
bangsa Arab, yaitu: pemberani, pemurah, dan penyantun.
Akan
tetapi kepala itu tidaklah selamanya ditaati mereka, karena telah menjadi sifat
juga bagi kaum Bdui, suka bebasdan merdeka dalam arti kata yang luas.
Seorang
Badui acapkali memberontak terhadap suatu keputusan yang dikeluarkan oleh
seorang kepala terhadpanya. Maka ditinggalkannyalah kabilahnya, lalu melarikan
diri, agar dia tetap dalam kemerdekaannya. Dalam keadaan yang semacam itu,
kabilahnya tidaklah kuasa berbuat sesuatu untuk menundukannya.
NEGERI-NEGERI
YAMAN
Negeri
Yaman adalah temapt tumbuh kebudayaan yang paling penting yang pernah tumbuh di
Jazirah Arab sebelum Agama Islam datang.
Perkataan
Yaman berasal dari kata "Yumn" yang berarti "berkata"
(Yaqut : Mujamul Buldan pada kata "Yaman". Lihat Pula Encij of
Islam artikel "Yaman") Dinamai demikian, karena di negeri ini
banyak berkat dan kebaikan.
Negeri
Yaman Makmur karena tanahnya subur. Hujan pun banyak turun di sana. Anak
negerinya membuat waduk-waduk dan bendungan-bendungan air. Anak negerinya
membuat waduk-waduk dan bendungan-bendungan air, agar dengan adanya waduk-waduk
dan bendungan-bendungan air itu, air hujan dapat dipergunakan denganbaik ; dan
juga kota-kota dan kampung-kampung serta tanaman mereka tiada dilanda air bah
di musim hujan. Penduduk Yaman pun pernah memegang peranan besar dalam
melancarkan perniagaan antara Timur dan Barat.
Sebaliknya,
faktor-faktor yang disebutkan itu pulalah yang menyebabkan nasab mereka tidak
murni lagi; bahasa mereka menjadi rusak, karena banyaknya kaum-kaum saudagar
dari India, Sumatra, Tiongkok, Mesir dan Siria berdatangan ke negeri mereka
tiada luput dari penjajahan, yang dilancarkan oleh negara-negara tetangga yang
lebih kuat dan yang mempunyai ambisi untuk menjajah.
Karena
adanya kestabilan dan kehidupan yang makmur, maka telah pernah lahir di Yaman
raja-raja yang mempunyai mahkota dan istana yang besar-besar. Bila lahir
seorang raja yang kuat, tunduklah seluruh negeri Yaman kepadanya. Ia dipatuhi
oleh raja-raja kecil dan oleh kepala-kepala daerah diseluruh daerah Yaman,
bahkan Hadramaut pun tunduk kepadanya.
Akan
tetapi di masa lemahnya, negeri Yaman terbagi atas daerah-daerah yang acapkali
berperang-perangan dan bermusuh-musuhan.
Diantara
kerajaan-kerajaan penting yang telah pernah berdiri di Yaman ialah :Kerajaan
Ma’in,Qutban, Saba’ dan Himyar.
Kerajaan
Ma’in berdiri kira-kira tahun 1200 sebelum Masehi, dan Kerajaan Qutban berdiri
kira-kira tahun 1000 sebelum Masehi. Kerajaan Qutban inilah yang jadi pengawa
Selat Bab el Mandeb. Akan tetapi hal-hal yang mengenai kerajaan ini amat
sedikit yang dikenal.
Akhirnya
kedua-duanya roboh, dan diatas puing kerobohannya berdirilah kerajaan Saba’.
KERAJAAN
SABA’
Kerajaan
Saba’ mulai berdiri tahun 950 S.M. mula berdirinya merupakan satu kerajaan
kecil saja; kemudian bertambah besar dan luas, sementara itu kerajaan Ma’in dan
Qutban semakin kecil dan lemah, akhirnya roboh dan dipusakai oleh kerajaan
Saba’; sebagaimana Handruamaut pun digabungkan kepada Kerajaan Saba’ ini.
Kerajaan Saba’ berdiri tahun 115 S.M.
Kemasyuran
Kerajaan Saba’ berpokok pangkal pada dua sebab :
- Ratunya yang
terkenal bernama Ratu Bulqis. Ceritera tentang Ratu Bulqis ini Nabi
Sulaiman dan burung hud hud tersebut tersebut di dalam al Quran (suratan
Naml 20-44, dan lihat pula at Thabari I:345 – 350).
- Bendungan
Ma’Rib, yaitu satu bendungan yang terkenal dalam sejarah. Bendunganini
dibangun oleh arsitek-arsitek Yaman yang ahli dalam ilmu bangunan.
Bendungan ini merupakan sebuah dam raksasa yang dapat membendung air di
antara dua buah gunung. Air itu dapat dipergunakan di waktu-waktu perlu.
Dengan adanya bendungan ini maka kampung-kampung, kebun-kebun dan
tanam-tanaman yang berada di tanah-tanah rendah dapat dipelihara dari
bahaya banjir yang kerapkali terjadi di musim-musim hujan.
Dam
raksasa semacam ini tentu saja harus diawai, dipelihara dan diperbaiki. Akan
tetapi karena kerajaan Saba’ ini mengalami kelemahan pada saatnya yang akhir,
maka tiadalah mereka mampu lagi memelihara dan memperbaikinya. Akhirnya dam
raksasa ini jadi rusak dan tidak dapat lagi melawan air bah, terutama air bah
yang disebut "Sailul Arim" yang diceritakan oleh Tuhan di dalam al
Quran (surat Saba ayat 16).
Sailul
Arim ini menebabkan kehidupan di Yaman mengalami perubahan besar. Penduduk
Yaman terpaksa mengungsi akegian utara Jazirah Arab, karena air bah yang besar
itu telah melanda dan menenggelamkan negeri mereka. Inilah yang menyebabkan
runtuhnya kerajaan Saba’ dan bangunya Kerajaan Himyar.
KERAJAAN
HIMYAR
Kerajaan
Himyar berdiri semenjak Kerajaan Saba’ mulai lemah. Kelemahan kerajaan Saba’
memberi kesempatan bagi kerajaan Himyar untuk tumbuh dan berkembang dengan
pesat hingga akhirnya Kerajaan Himyar dapat mempusakai Kerajaan Saba’.
Kekuasaan
mereka pun telah menjadi besar. Diceritakan bahwa balatentara mereka telah
menjelajah sampai ke Irak dan Bahrain.
Akan
tetapi, kerajaan ini akhirnya mengalami kelemahannya pula. Mereka alpa
memperbaiki dan mengawasi bendungan-bendungan dan dam-dam air itu. Oleh karena
itu bendungan-bendungan dan dam-dam air dirobohkan pula oleh air bah dan
banjir. Bendungan Ma’rib tak dapat dipertahankan lagi. Dam raksasa itu rubuh.
Kerubuhan bendungan Ma’rib mengakibatkan segian dari bumi mereka tidak mendapat
air yang diperlukannya lagi, sementara sebagian yang lain karam di dalam
banjir. Malapetaka ini menyebabkan mereka berduyun-duyun mengungsi ke bagian
utara Jazirah Arab.
Oleh
sebab itu, Yaman menjadi lemah. Dan kelemahannya itu membukakan jalan bagi
kerajaan-kerajaan Persia dan Romawi untuk campur tangan dalam urusan dalam
negeri Yaman dengan maksud hendak memiliki negeri yang subur dan makmur itu.
Kerajaan
Saba’ dan Himyar banyak meninggalkan bekas-bekas dan peninggalan-peninggalan
yang dapat menggambarkan kebesaran dan kemajuan yang telah dicapai oleh
kerajaan-kerajaan itu di zaman dahulu.
Kerajaan-kerajaan
ini juga pernah mempunyai armada yang besar untuk membawa barang-barang
perniagaan dari India, Tiongkok,Somalia danm Sumatera ke pelabuhan-pelabuhan
Yaman. Perniagaan pada Lin ini boleh dikatakan dimonopoli oleh mereka.
Dari
Yaman barang-barang perniagaan ini dibawa ke utara oleh kafilah-kafilah yang
juga dikuasai oleh Yaman, yaitu sebelum pusat kafilah-kafilah ini berpindah ke
Makkah sebagai yang akan diterangkan nanti.
YAMAN
TERJAJAH
Telah
kita bayangkan di atas, bahwa kesuburan dan kemakmuran negeri Yaman, mnyebabkan
dua kerajaan imperialis besar di waktu itu, yaitu Kerajaan Persia dan Romawi,
berlomba-lomba untuk menguasainya. Ada lagi sebab yang langsung yang
mengakibatkan negeri Yaman menjadi mangsa negara Imperialis, yaitu peergolakan
agama yang terjadi di negeri itu.
Seorang
raja Yaman, yaitu Zu Nuas, menganut agama Yahudi. Tindakannya itu diikuti oleh
sementara kaumnya. Di Najran yaitu bagian utara Yaman tersiar agama Masehi. Zu
Nuas merasa khawatir kalau-kalau pengaruh Kerajaan Romawi dan Habsyl akan
menjalar ke Yaman dengan perantaraan agama Masehi, apabila negeri Yaman di
waktu itu (abad ke V Masehi) sedang mengalami masa kelemahannya.
Maka
Zu Nuas memerintahkan kepada penduduk Najran supaya memilih antara dua, yaitu
menganut agama Yahudi atau dibunuh mati. Penduduk Najran bertekad biar dibunuh
mati dari pada menukar agama mereka dengan agama Yahudi. Maka diperintahkanlah
oleh Zus Nuas menggali sebuah parit. Penduduk Najran dibunuh dan dibakar oleh
Zu Nuas didalam parit itu.
Ada
seorang dari mereka yang dapat melarikan diri. Orang ini pergi ke negeri Habsyl
(Ettipia). Kepada Negus yang juga menganut agama Masehi, dimintanya supaya
menuntutkan bela kaum Masehi, yang dibunuh dan dibakar hidup-hidup oleh Zu
Nuas.
Untuk
ini, Kerajaan Habsyl bekerja sama dengan Kerajaan Romawi. Kerajaan Romawi
menyediakan kapal-kapal yang diperlukan dan Kerajaan Habsyl menyediakan bala
tentara.
Kemudian
mereka menyerang negeri Yaman. Penyerangan-penyerangan menang,dan Zu Nuas
menderita kekalahan. Kemudian dipacunya kudanya ke laut dan karamlah dia di
dalam laut itu.
Dengan
demikian jatuhlah negeri Yaman ke bawah kekuasaan Habsyl.
Panglima
balatentara Habsyl bernama Aryath, dan pembantunya bernama Abrahah.
Aryathdibunuhnya dan dengan demikian berpindahlah kekuasaan ke tangan Abrahah.
Sesudah Abrahah meninggal kekuasaan dipegang oleh anaknya yang bernama Yaksum,
kemudian oleh Masruq.
Kerajaan
Persia tiadalah bersenang hati melihatkan negeri Yaman dijajah oleh bangsa
Habsyl dan Romawi itu. Akhirnya datanglah kesempatan baginya untuk campur
tangan. Yaitu dikala salah seorang dari keturunan raja-raja Himyar namanya Saif
bin ibnu Zi Yazin lari ke Persia, untuk meminta pertolongan mengeluarkan bangsa
Habsyl dari Yaman. Permintaan itu diperkenankan oleh Kisra (raja) Persia.
Dikiriminya balatentara ke Yaman. Balatentara Persia ini berhasil melepaskan
Yaman dari penjajahan bangsa Habsyl. Kemudian kedudukan bangsa Habsyl di Yaman
digantikan oleh bangsa Persia. Mereka mengambil alih kekuasaan bangsa Habsyl,
sesudah Saif ibnu Yasin mati terbunuh, dan mereka kuasailah sepenuhnya negeri
Yaman itu.
Kisra
mengangkat seorang Gubernur untuk memerintah di Yaman atas namanya.
Di
kala Muhammad SAW diutus menjadi Rasul, Gubernur di Yaman ialah Bazan. Dia
hanya berpengaruh atas Yaman saja. Banyak daerah-daerah yang lain di Yaman
tiada dipengaruhinya, hanya tetap mempunyai raja-raja atau kepala-kepala dari
bangsa Arab.Nabi Muhammad menyeru Bazan untuk menganut agama Islam, maka
dianutnyalah agama ini.
KERAJAAN
HIRAH DAN GHASSAN
Ada
beberapa suku bangsa Arab menetap di bagian Utara Jazirah Arab. Suku-suku
bangsa ini kerapkali menggangu kerajaan Persiadan Romawi.Kerapkali
serangan-serangan liar mereka lakukan, untuk merampas apa yang dapat mereka
rampas. Kemudian rampasan itu mereka larikan kepedalaman Jazirah Arab. Tentara
Persia, begitu juga tentara Romawi, tentu daja tidak sanggup mengjar mereka,
terutama karena jalan ke pedalaman amat sukar, dan sir sukar dijumpai.
Karena
itu oleh Kerajaan Persia dan Kerajaan Romawi diusahakan suatu hajiz (dinding)
yang akan melindungi negeri Persia dan romawi dari serangan-serangan itu. Untuk
keperluan ini oleh mereka dikumpulkan beberapa suku bangsa Arab yang tela
mereka kenal, yang dahulunya berpindah dari negeri Yaman, lalu mereka tempatkan
di bagian utara Jazirah Arab, yakni disebelah selatan negara Persia dan Romawi.
Kabilah-kabilah ini oleh mereka diperlengkapi dengan senjata dan diberi uang.
Kabilah-kabilah ini mengenal dengan baik seluk-beluk dan simpang siur
jalan-jalan serta seluruh liku-liku Jazirah Arab. Mereka sanggup pula
menghambat serangan-serangan dari suku-suku bangsa Arab tersebut. Dengan
demikian berdirilah Kerajaan Manadzirah di bawah perlindungan Kerajaan Persia,
yang bertugas melindungi Kerajaan Persia itu. Di samping itu berdiri pula
Kerajaan Ghassanah di bawah perlindungan Kerajaan Romawi yang bertugas melindungi
Kerajaan Romawi.
KERAJAAN
HIRAH (MANADZIRAH)
Sejarah
Keamiran Hirah ini mulai semenjak abad ketiga Masehi, dan terus berdiri sampai
lahirnya agama Islam. Kerajaan ini telah berjasa juga terhadap kebudayaan Arab,
karena warga negaranya banyak mengadakan perjalanan-perjalanan di seluruh
Jazirah Arab terutama untuk berniaga, dalam pada itu mereka juga menyiarkan
kepandaian menulis dan membaca. Karena itu mereka dapat dianggap sebagai
penyiar ilmu pengetahuan di Jazirah Arab.
Di
antara raja-rajanya terkenal ialah: Umru ul Qais, Nu’man ibnu Umru ul Qais
(yang mendirikan istana Khawarnaq dan istana Sadir di permulaan abad kelima
Masehi), Mundzir ibnu Ma’is Sama’, Amr ibnu Hind (dikenal juga dengan nama
"Amr ibnul Mundzir ibnu Ma’is Sama" yang bernama Hind (hindun) itu
ialah ibunya) dan Mundzir ibnu Nu’man ibnul Mundzir. Mundzir ibnu Nu’man
ibnul Mundzir inilah rajanya yang terakhir. Di masa pemerintahan raja inilah
Khalid ibnul Walid memerangi Hirah, dan akhirnya negeri Hirah menggabungkan
diri ke dalam pemerintahan Islam.
KERAJAAN
GHASSAN (SHASASINAH)
Nama
Ghasasinah itu terambil dari nama mata air di Syam yang tersebut Ghassan. Kaum
Ghasasinah memerintah di bagian selatan dari negeri Syam dan di bagian utara
dari Jazirah Arab. Mereka telah mempunyai kebudayaan yang tinggi juga, dan
menganut agama Masehi yang diterimanya dari bangsa Romawi dan merekalah yang
memasukkan agama Masehi itu ke Jazirah Arab.
Diantara
raja-rajanya yang masyhur ialah: Jafnah ibnu ‘Amr, Arkam ibnu Tsa’labah, dan
Jabalah ibnu Aiham. Jabalah ibnul Aiham inilah rajanya yang terakhir. Di masa
pemerintahan Jabalah inilah terjadinya pertempuran Yarmuk dan masuknya agama
Islam ke daerah ini. Menurut cerita, Jabalah ini telah memeluk agama Islam,
akan tetapi kemudian dia murtad dan lari ke negeri Romawi dalam suatu peristiwa
masyhur yang terjadi di masa pemerintahan Umar Ibnul Khattab.
Antara
Kerajaan Mandzirah dengan kerajaan Ghasasinah itu selalu terjadi pergolakan,
terutama disebabkan perselisihan tentang kapal batas, Kerajaan Manadzirah menjalankan
politik yang dijalankan oleh kerajaan Persia, sebagaimana kerajaan Ghasasinah
menjalankan politik yang dijalankan oleh kerajaan Romawi. Oleh karena kerajaan
Persia dengan kerajaan Romawi itu bermusuhan, maka manakala terjadi peperangan
antara kerajaan Persia dan kerajaan Romawi, tentu saja kerajaan Manadzirah
berdiri di samping kerajaan Romawi.
Oleh
karena raja-raja kerajaan Hirah dan Ghassan itu adalah dari keturunan Yaman,
maka dalam bidang kebudayaan dan cara hidup, mereka menjaga corak dan tradisi
Yaman. Sebagai contoh dapat dikemukakan dua buah istana besar yang terdiri oleh
raja Hirah, dengan mencontih istana-istana Yaman, yaitu yang terkenal dalam
sejarah dengan nama "AlKhawarnaq", dan "As Sadir", yang
telah disebutkan di atas.
Jasa
kerajaa-kerajaan ini yang terpenting ialah: mereka telah memegang peranan dalam
menyiarkan pelbagai macam kebudayaan Persia dan Romawi ke Jazirah Arab. Mereka
adalah laksana jembatan yang dilalui oleh iring-iringan kebudayaan dari negeri
Persia dan Romawi dalam perjalannya menuju Jazirah Arab.
Diantara
jenis-jenis kebudayaan itu ialah: agama, ilmu pengetahuan umum, tulis baca,
ilmu pengetahuan ketentaraan dan lain-lain.
H
E J A Z
Hejas
– berbeda dengan negeri-negeri Arab yang lain – telah dapat menjaga kemerdekaannya.
Tidak pernah negeri Hejaz dijajah, diduduki, atau dipengaruhi oleh
negara-negara asing.
Hal
itu boleh jadi disebabkan oleh letak dan kemiskinan negerinya, sehingga tiada
menimbulkan keinginan pada negara-negara lain untuk menjajahnnya. Boleh jadi
juga, disebabkan karena Hejaz itu sejak zaman Ibrahim telah menjadi Ka’bah bagi
bangsa Arab. Mereka bekerja bersama-sama memelihara, menjaga kemerdekaan negeri
itu, dan menjauhkan penjajah-penjajah dari padanya.
Dahulu
telah kita sebutkan bahwa sejarah Hejaz dapat di kenal negeri ini amat erat
hubungannya dengan agama-agama dan kitab-kitab suci. Oleh karena itu, dalam
mengikuti pertumbuhan kehidupan di Hejaz ini, di samping berpegang kepada
buku-buku sejarah, kita juga akan mengambil bahan-bahan dari al Quran dan
Hadis-Hadis Nabi.
MAKKAH,
KOTA SUCI
Ada
suatu cerita yang indah diriwayatkan oleh Bukhari berkenaan dengan telaga
Zamzam. Di bawah ini kita cantumkan ringkasannya sebagai berikut :
Ibrahim
datang membawa anaknya yang masih bayi, yaitu Ismail, serta ibunya. Mereka
keduanya ditempatkan pada suatu tempat didekat telaga Zamzam yang sekarang.
Untuk jadi bekal bagi kedua orang itu ditinggalkan oleh Ibrahim sebuah karung
kecil berisi buah korma, dan sebuah kendi berisi air, dan diapun berangkatlah
hendak kembali. Maka berserulah ibu Ismail "Hendak ke mana engkau, hai
Ibrahim? Akan engkau tinggalkalah kami berdua di lembah ini?"
Karena
Ibrahim tidak menoleh, maka ibu Ismail bertanya lagi: "Apakah Tuhan yang
menyuruhmu berbuat begini !"
"Betul
!" jawab Ibrahim.
"Kalau
begitu tentu Dia tidak akan menyia-nyiakan kami ?" ujar ibu Ismail lagi.
Setelah
beberapa hari berselang, habislah makana dan air yang ditinggalkan Nabi
Ibrahim. Akhirnya air susu ibu Ismail menjadi kering. Ibu Ismail lalu
berlari-lari anjing antara bukit Safa dan bukit Marwa, untuk melihat
kalau-kalau ada orang yang dapat memberi mereka makanan dan minuman. Tujuh kali
dia berlari-lari anjing itu. Untuk memperingati peristiwa ibu Ismail ini maka
orang yang mengerjakan ibadah haji berlari-lari anjing tujuh kali antara dua
bukit itu.
Pada
kali yang ketujuh kelihatan oleh ibu Ismail malaikat menjelma sebagai burung
yang sedang mematuk-matuk tanah dengan paruhnya. Maka keluarlah air di tempat
itu. Menurut riwayat lain air memancardi dekat kaki Ismail, waktu tempat itu
dihantam-hantaminya dengankakinya ketika ia menangis.
Itulah
dia telaga Zam-zam, suatu telaga yang menjadi sebab utama bagi kemakmuran
tempat ini. Sebagai diketahui air di padang pasir adalah sumber hidup. Di mana
ada air disana ada hidup dan disana ada kemakmuran. Apalagi timbulnya air
dengan cara yang disebutkan, menyebabkan tempat ini mendapat semacam kesucian
dalam pandangan bangsa Arab. Mereka berdatangan ke tempat itu untuk menyaksikan
anak kecil yang dibawah telapak kakinya memancar mata air. Mereka coba meminum
air yang memancar sebagai menghormati bayi yang masih menyusui itu.
Tidak
jauh dari tempat itu terletak kota Makkah. Kota ini terletak kira-kira di
tengah-tengah Jazirah Arab. Letaknya yang baik ini, menyebabkannya menjadi
tempat perhentian bagi kafilah-kafilah perniagaan. Setelah mata air mamncar
dari telaga Zam-zam, rumah-rumah kota Makkah telah sampai ke dekat telaga itu.
Sekali
peristiwa, datanglah Ibrahim ke Hejaz untuk melihat puteranya. Maka
kelihatanlah olehnya betapa puteranya menjadi penghormatan yang besar, dan
betapa orang dari segenap penjuru Jazirah Arab berdatangan ke sana. Oleh karena
itu Ibrahim bersama-sama dengan puteranya itu membangun Ka’bah, agar dapat
dijadikan tempat mengerjakan syi’ar agama Ibrahim, Inilah yang diceritakan oleh
Tuhan di dalam al Quran.
Ka’batul
musyarrafah itu ialah Bailtullah atau disebut juga Baitul ‘Atiq, yaitu sebuah
bangunan bebentuk kubus. Dibangun di bagian yang paling luas dilembah itu.
Tingginya 15 meter. Panjang didingnya yang sebelah barat masing-masing
kira-kira 12 meter. Pada didingnya yang sebelah timur disitulah pintu Ka’bak
itu. Di pojok Ka’bah yang sebelah tenggara sebelah keluar terdapat Hajarul
Aswad. Dia tertinggi dari tanah kira-kira satu setengah meter. Dari Hajarul
Aswad itulah dimulai thawaf.
Tatkala
Nabi Ibrahim telah selesai mendirikan Ka’bah berserulah dia kepada Tuhan :
"Ya
Tuhan kami ! Aku telah menempatkan sebagian dari keturunanku pada suatu lembah
yang tiada bertanam-tanama, di dekat rumah-Mu yang dihormati. Ya tuhan kami,
agar mereka mendirikan sembahyang. Maka jadikanlah hati manusia cenderung
kepada mereka, dan beri rezekilah mereka dengan buah tanam-tanaman." (Ibrahim 37)
Tuhan
telah memperkenankan do’a Nabi Ibrahim ini, dan ditunjukakanlah oleh Tuhan
kepadanya begaimana caranya agar maksud itu terlaksana. Berfirman Tuhan :
"Beritahukanlah
kepada kami manusia untuk mengerjakan haji niscaya mereka datang kepada engkau
dengan berjalan kaki, atau menunggu kendaraan yang kurus – karena jauhnya
perjalanan dari tiap-tiap negeri yang jauh." (Al Hajj 27).
Maka
diberitahukan dan diserulah manusia oleh Nabi Ibrahim untuk mengerjakan haji,
dan mereka pun memperkenankan seruan itu. Maka semenjak itu berdatangankah
manusia dari segenap penjuru dan dari bermacam-macam negeri didunia ini ke
Makkah Almukarramah untuk mengerjakan Ibadah Haji.
Di
dalam Ka’bah itulah dahulu upacara-upacara agama dilakukan. Akan tetapi, karena
banyaknya orang yang berdatangan ke Makkah dan banyaknya orang mengerjakan
haji, maka tempat yang kecil itu menjadi sempit.
Oleh
karena itu bangsa Arab bersepakat untuk mempergunakan sebagian dari tanah yang
di sekeliling Ka’bah itu untuk tempat mengadakan upacara-upacara keagamaan, dan
mereka pandang sucilah tempat itu, oleh karenanya tempat itu mereka sebut
"Haram", Yakni tempat yang dimuliakan. Dikala datang agama Islam dan
sembahyang disyari’atkan, maka di temapat itulah sembahyang dikerjakan, oleh
karenanya maka dinamailah tempat itu "Masjidul Haram".
Pemerintah
di Makkah
Kota
makkah adalah satu tempatyang dipandang suci oleh seluruh bangsa Arab. Bangsa
Arab dari seluruh penjuru Jazirah Arab berdatangan ke kota Makkah untuk
mengerjakan Haji atau umrah. Oleh karena itu bangsa Arab seluruhnya sela sekata
melarang berperang dalam bulan-bulan haji, yaitu Zulkaidah, Zulijjah, dan
Muharram. Begitu juga di bulan Rajab, karena di bulan Rajab itu banyak
dikerjakan umrah. Bulan-bulan yang disebutkan itu mereka namai "Asyhru’l
Hurum" (Bulan-bulan yang terlarang).
Demikian
pula mereka telah sepakat untuk melarang berperang di Haram Makkah itu. Sikap
ini adalah semacam persetujuan yang dibuat oleh badan-badan yang memegang
pemerintah di Tanah Arab berkenaan dengan kota Makkah.
Kota
Makkah itu sendiri pun semenjak masa paginya betul telah mengenal pemerintahan.
Diantara suku-suku yang telah memegang kekuasaan di Makkah yang terkenal ialah
suku-suku Amaliqah, yaitu sebelum Nabi Ismail dilahirkan.
Kemudian
datang pula ke Makkah suku-suku Jurhum dan mereka menetap di Makkah,
bersama-sama dengan suku-suku Amaliqah. Akan tetapi suku-suku Jurhum kemusian
dapat mengalahkan dan mengusir suku-suku Amaliqah dan Makkah.
Dimasa
Jurhum berkuasa itulah Ismail datang ke Makkah. Ismail terdiri dalam terdidik
dalam lingkungan Jurhum, dan kemudian kawin dengan salah seorang putri dari
Jurhum.
Karena
kota Makkah telah menjadi tempat yang dipandang suci oleh segenap bangsa Arab,
maka berdirilah di sana pemerintahan untuk melindungi jemaah-jemaah haji dan
menjamin keamanan, keselamatan dan ketentraman mereka.
Rupanya
telah terjadi pembagian kerja antara orang-orang Jurhum dan Ismail, yaitu :
urusan-urusan politik dan peperangan dipegang oleh orang-orang Jurhum, sedang
Ismail mencurahkan tenaganya untuk berkhimat kepada Baitullah dan urusan-urusan
keagamaan.
Orang-orang
Jurhum kemudian telah menjadi kaya, karena itu mereka telah tenggelam dalam
kenikmatan hidup, dan lupalah mereka kepada kewajibannya. Oleh karena itu
berpikirlah oleh suku Khuza’ah yang juga telah menetap di Makkah hendak merebut
kekuasaan dari Jurhum.
Mudhadhim
ibnu ‘Amr al Jurhumi salah seorang pemimpin Jurhum tiadalah mampu untuk
menginsafkan orang-orangJurhum itu, dan dirasanya bahwa mereka lemah. Oleh
karena itu berangkatlah dia meninggalkan Makkah bersama-sama kaumnya. Ikut pula
bersama-sama mereka putra-putra Ismail.
Oleh
Mudhadhim ibnu ‘Amr sebelum meninggalakn Makkahtelaga Zam-zam ditimbuninya
dengan tanah. Setelah Jurhum meninggalkan Makkah berpindahlah kekuasaan ke
tangan Khuza’ah, yaitu pada tahun 440 M.
Qushai
inilah yang mendirikan Darun Nadwah, untuk tempat bermusyawarah bagi penduduk
Makkah di bawah pengawasan Qushai. Dia pulalah yang mengatur urusan-urusan yang
berhubungan dengan Ka’bah, yaitu:
- As Siqayah
(Menyediakan air minum).
Karena telaga Zam-zam telah ditimbun
dengan tanah, maka amat sulitlah memperoleh Makkah (telaga Zam-zam itu
kemudian digali kembali oleh Abdul Mutthalib)
Sebab itu air untuk diminum oleh
jemaah-jemaah haji haruslah didatangkan oleh orang yang memegang urusan siqayah
dari perigi-perigi yang berada di tempat-tempat yang jauh. Air ini diletakkan di
dalam bak-bak dan dicampuri sedikit dengan buah kurma dan anggur kering agar
berasa manis.
- Ar Rifadah
(Menyediakanmakanan)
Untuk jemaah haji yang tidak mampu
haruslah disediakan makanan. Biasanya Quraisy memberikan sebagian dari harta
mereka kepada Qushai, agar dipergunakannya untuk menyediakan makananbagi jemaah
haji yang kurang mampu.
- Al Liwa’
(Bendera)
Yaitu menjaga Ka’bah, dan memegang anak
kuncinya.
Quraisy berkuasa di Makkah sampai
datang agama Islam. Selama itu urusan yang empat macam itu dipegang oleh
putera-putera Qushai berganti-ganti, sampai akhirnya dipegang oleh Abdul
Mutthalib nenek Raullah SAW.
Tahun
Gajah
Beberapa
tahun sebelum Nabi Muhammad dilahirkan, negeri Habsyl berhasil menaklukan
negeri Yaman. Diantara gubernur yang pernah memerintah di Yaman atas nama raja
Habsyl, seorang bernama Abrahah. Dikala Abrahah ini memperhatikan betapa bangsa
Arab memuliakan negeri Makkah, dan memeperhatikan mereka berdatangandari
segenap penjuru tanah Arab untuk mengerjakan haji di Ka’bah, terpikir olehnyahendak
mendirikansebuah bangunan yang lebih besar dari Ka’bah dan hendak menyeru
bangsa Arab agar menghadapkan muka dan berkunjung ke tempat itu. Lalu
didirikannyalah sebuah gereja besar, dan dianjurkannya agar bangsa Arab
mengerjakan Haji ke sana. Akan tetapi perbuatan dan anjurannya itu menimbulkan
amarah dalam kalangan bangsa Arab.
Seorang
dari Bani Malik Ibnu Kinanah bangkit, seraya bersumpah bahwa dia akan
merudakkan gereja itu. Maka datanglah orang ini ke Yaman, dan masuklah dia ke
dalam gereja itu berpura-pura hendak beribadat. Diwaktu hari telah malam dan
orangpun tidak ada lagi di gereja itu, dirusaknyalah perabot-perabot gereja
itu, dan diubarnya dinding-dindingnya dengan kotoran.
Abrahah
mengetahui apa yang terjadi, pada keesokan harinya. Dikatakan, bahwa ada
seorang Arab bermalam di sana dan dialah yang disangka mengerjakan
perbuatan-perbuatan itu, maka bersumpahlah ia hendak meruntuhkan Ka’bah. Lalu
berangkatlah ia dengan sepasukan besar terdiri dari tentara Habsyl yang
didahuli oleh tentara bergajah. Kemudian dia berhenti tidak berapa jauh dari
kota Makkah.
Yang
berkuasa di Makkah dewasa itu ialah Abdul Mutthalib Ibnu Hasyim, nenek dari
Nabi Muhammad SAW. Abrahah merampas unta kepunyaan Abdul Mutthalib yang sedang
dilepaskan ditempat Abrahah berhenti itu. Oleh Abrahah dipanggil Abdul
Mutthalib, supaya datang menghadapnya, setelah Abdul Mutthalib datang, Abrahah
berkata kepada: "Saya datang ke Makkah ini bukanlah untuk memerangi kamu,
hanya hendak merubuhkan Ka’bah. Maka kalau kamu menghalangi maksudku ini
barulah kamu saya perangi. Dan bilamana kamu tiada menghalangi, saya pun tiada
akan menumpahkan darah, "Perkataan Abrahah ini dijawab oleh Abdul
Muthhalib : "Kami tiada mampu untuk menghalangi maksudmu. Hanya saya minta
kepadamu agar engkau mengembalikan semua untaku yang engkau rampas itu."
Abrahah lalu berkata : "Tadinya aku amat segan padamu di waktu mula-mula
melihatmu. Akan tetapi sekarang sesudah engkau berbicara dengan aku, tak ada
lagi hargamu dalam pandanganku. Apakah hanya unta yang engkau bicarakan dengan
aku, dan aku lupakan Ka’bah, sedang dia adalah agamamu, dan agama nenk
moyangmu?" Abdul Mutthalib menjawab :"Akan unta itu, akulah yang
punya, adapun Baitullah itu dia ada mempunyai Tuhan yang memeliharanya."
Dalam
pada itu Abdul Mutthalib mengajukan kepada Abrahah sepertiga harta Tihamah,
asal dia kembali dan tidak jadi meneruskan maksudnya merubuhkan Ka’bah. Akan
tetapi Abrahah tetap hendak merubuhkan Ka’bah itu.
Maka
kembalilah Abdul Mutthalib ke Makkah, dan tawaflah dia sekeliling Baitullah
seraya menyebut beberapa kalibait syair, dan orang-orang yang sama-sama tawaf
dengan dia pun turut mengulang-ulang syair itu, yaitu :
"Hai
Tuhan! Tak ada yang kami harapakan selain Mu!
Hai
Tuhan! Slamatkanlah dari serangan mereka rumah Mu!
Musuh
rumah Mu ialah orang yang memusuhi Mu."
Doa
Abdul Mutthalib ini diperkenenkan oleh Tuhan. Al Quranul Karim telah
menceritakan bagaimana akibat yang diderita oleh Abrahah dantentara gajahnya
itu dalam ayat-ayat suci :
"Tiadalah engkau tahu, bagaimana
Tuhanmu telah bebuat terhadap balatentara yang mempunyai gajah itu? Tiadakah
dijadikan-Nya tipu-daya mereka menjadi sia-sia belaka? Dan dikirim-Nya kepada
mereka burung yang berbondong-bondong: yang melempar meeka dengan batu dari
tanah keras. Maka dijadikan-Nyalah mereka hancur luluh, laksana daun tanaman
yang telah dimamah." (Surat
Al Fil)
Peristiwa tentara bergajah ini adalah
suatu peristiwa yang penting dalam sejarah bangsa
Arab,
karena itu mereka menjadikan peristiwa-peristiwa yang penting dengan tahun
gajah itu, dan di tahun gajah itulah dilahirkan Nabi Muhammad SAW. (Ibnul
Qaiyun : Zadul Ma’ad I : 17)
KOTA-KOTA
HEJAZ YANG LAIN
Selain
dari kota Makkah, diHejaz ada beberapa buah kota, yaitu Thaif, Yatsrib dan
lain-lain, akan tetapi kota-kota ini tidak semahsyur kota Makkah. Oleh karena
kota Makkah dipandang suci, maka kota itu lebih maju dari kota-kota yang lain,
dan kehidupan pun disitu lebih stabil.
Al
Quran memberi julukan
kepada kota Makkah dengan "Ummul Qura" (Ibu negeri). Nama ini
membayangkan kedudukan Makkah lebih tinggi dari kota-kota yang lain. Berfirman
Tuhan :
"Dan Al quran ini adalah suatu
kitab yang kami turunkan, yang berbahagia, yang membenarkan kitab-kitab yang
sebelumnya, dan agar engkau memberi peringatan kepada penduduk Ummul Qura dan
orang-orang yang diluarnya (penduduk bumi seluruhnya)."
PERNIAGAAN QURAISY
Telah kita tuturkan tentang kegiatan
perniagaan di Yaman di masa kerajaan Saba’ dan
Himyar.
Dalam penuturan itu telah kita jelaskan bahwa perniagaan mereka meliputi
perniagaan di
laut
dan di darat. Perniagaan dilaut yaitu ke India, Tiongkok, dan Sumatra; dan
perniagaan di darat ialah dalam Jazirah Arab.
Setelah
negeri Yaman dijajah oleh bangsa Habsyl dan kemudian oleh bangsa Persia, maka
kaum-kaum penjajah itu dapat menguasai perniagaan dilaut. Akan tetapi,
perniagaan dalam Jazirah Arab berpindah ke tangan penduduk Makkah, karena
kaum-kaum penjajah itu – seperti yang telah kita terangkan – sekali-kali tiada
dapat menguasai bagian dalam Jazirah Arab.
Ada
faktor-faktor yang menolong Makkah dapat memegang peranan dalam perniagaan.
Terutama ialah orang-orang Yaman yang telah berpindah ke Makkah, sedang mereka
mempunyai pengalaman yang luas dalam bidang perniagaan. Dalam pada itu kota
Makkah, dari sehari ke hari bertambah masyhur sesudah Ka’bah didirikan, dan
jemaah-jemaah haji pun berdatanganlah dari segenap penjuru Jazirah Arab tiap
tahun. Keadaan itu menyebabkan Quraisy amat dihormati oleh oleh bangsa Arab,
apalagi penghargaan dan pelayanan Quraisy terhadap jemaah Tanah Arab, antara
Utara dan Selatan itu pun telah menguatkan faktor-faktor yang disebutkan itu.
Apalagi keadaan buminya yang kering dan tandus menyebabkan penduduknya suka
merantau untuk berniaga, sebagai suatu usaha yang utama, dan sumber yang
terpenting bagi penghidupan mereka.
Dengan
demikian perniagaan suku Quraisy menjadi giat serta mendapat kemasyhuran dan
kemajuan yang besar di dalam dan diluar Jazirah Arab.
Dari
San’a, dan kota-kota pelabuhan di Oman dan Yaman, kafilah-kafilah bangsa Arab
membawa minyak wangi, kemenyan, kain sutera, barang logam, kulit, senjata, dan
rempah-rempah. Barang-barang perniagaan yang disebutkan ini ada yang dihasilkan
di Yaman, dan ada pula yang didatangkan ke kota-kota pelabuhan itu dari
Indonesia, India, dan Tiongkok. Oleh Kafilah-kafilah itu barang-barang ini di
bawa ke pasar-pasar Syam. Minyakk wangi dan kemenyan itu amat laris lakunya di
negeri-negeri tersebut. Di waktu kembali, kafilah-kafilah itu membawa gandum,
minyak zaitun, beras,jagung dan tekstil dari Mesir dan Syam.
Sebagaimana
kaum Quraisy mengadakan perjalanan perniagaan itu dari timur ke barat, untuk
menghubungkan antara Bahrain dan selat Persia (Teluk Arab) di satu pihak dengan
Sudan dan Habsyl mnelalui Laut Merah dipihak lain. Adapun barang-barang
perniagaan yang terpenting dalam Lin ini ialah mutiara yang dikeluarkan dari
selat Persia dan rempah-rempah yang dibawa dari Habsyl
Ada
empat orang putera Abdul Manaf yang selalu mengadakan perjalanan perniagaan
keempat tempat terpenting yang senantiasa didatangi oleh kafilah-kafilah
Quraisy seperti disebutkan di atas.
Mereka
itu ialah : hasyim perjalanannya ke negeri Syam Abdu Syam ke Habsyl, Abdul
Mutthalib ke Yaman dan Naufal ke Persia. Pedagang-pedagang Quraisy yang
berniaga ke negeri-negeri tersebut adalah di bawah lindungan putera-putera Abdul
Manaf yang berempat itu, karena itu tidak ada seorangpun yang berani mengganggu
mereka.(At Thabari II : 12-13, Snabikudz Dzahab fi ma’rifati qabailil Arab II :
215)
Akan
tetapi perjalanan yang lebih teratur dan yang lebih giat ialah perjalanan ke
utara dimusim panas, dan ke selatan dimusim dingin. Karena itu, maka perjalanan
ini menuturkan di dalam AlQuran sebagai berikut :
"Karena Tuhan telah membiasakan
kaum Quraisy, yakni membiasakan mereka mengadakan perjalanan di musim dingin
dan di musim panas, karena itu hendaklah mereka menyembah Tuhan Ka’bah ini,
yang telah memberi mereka makan di waktu kelaparan dan mengamankan mereka dari
ketakutan." (Surat Quraisy)
Perjalanan
di musim dingin itu ialah ke Yaman, dan dimusim panas ke Syam.
Menurut
riwayat At Thabari bahwa Hasyim ibnu Abdul Manaf-lah yang mula-mula
mengatur bagi Quraisy perjalanan di musim dingin dan di musim panas. Kendati
pun menurut yang diyakini oleh ahli-ahli sejarah bahwa sebelum Hasyim itu telah
ada juga perjalanan untuk berniaga ke utara dan ke selatan, akan tetapi
teraturnya adalah semenjak diatur oleh Hasyim.
Banyak
diantara kaum Quraisy yang telah mendapat laba besar dari perniagaan ini,
umpamanya : Anu Sufyan, Al Walid ibul Mughirah dan lain-lain. Dan disamping
untung material ini mereka pun mendapat untung moril, yaitu disebabkan
perjalan-perjalananyang mereka lakukanuntuk berniaga, mereka dapat mempelajari
keadaan negeri-negeri tempat mereka berniaga itu, baik dalam bidang politik
ataupun dalam bidang sosial.
Hal
ini menimbulkan suatu evolusi pikiran yang menyebabkan mereka tidak terasing
dari dari kebudayaan yang ada di sekitanya, yakni dibagian utara dan selatan
Jazirah Arab itu.
KEHIDUPAN
SOSIAL DI JAZIRAH ARAB
Pembahasan
di atas disengaja untuk menjelaskan kehidupan politik dari bangsa Arab. Tetapi
di dalamnya pun telah terselip tinjauan-tinjauan penting berkenaan dengan
kehidupan sosial, yang perlu diterangkan waktu menjelaskan kehidupan politik
itu. Dalam pembahasan di bawah ini kita hendak mengkhususkan pembicaraan
mengenai segi-segi terpenting dalam kehidupan sosial bangsa Arab sebelumIslam,
karena pembahasan semacam ini amat penting untuk memahami pendirian bangsa Arab
terhadap agama Islam, dikala mereka diseru kepada agama baru ini.
SYAIR
ARAB
Ada
dua cara, dalam mempelajari syair Arab di masa Jahilia, kedua-duanya itu amat
besar faedahnya.
- Mempelajari
syair itu sebagai suatu kesenian, yang oleh bangsa Arab amat dihargai.
- Mempelajari
syair itu dengan maksud, supaya kita dapat mengetahui adat istiadat dan
budi pekerti bangsa Arab.
Dibawah
ini akan kita adakan tinjauan ringkas mengenai syair Arab di masa Jahiliah,
menurut keduanya segi yang disebutkan itu.
Syair
adalah salah satu seni yang paling indah yang amat dihargai dan dimuliakan oleh
bangsa Arab. Mereka amat gemar berkumpul mengelilingi penyair-penyair, untuk
mendengarkan syair-syair mereka, sebagai orang zaman sekarang beramai-ramai
mengelilingi penyair atau pemain musik yang mahir, untuk mendengarkan
permainannya.
Ada
beberapa pasar tempat penyair berkumpul, yaitu:pasar ‘Ukas, Majinnah, Zul
Majaz. Dipasar-pasar itu para penyair memperdengarkan syairnya yang sudah
dipersiapkannya untuk maksud itu, dengan dikelilingi oleh warga sukunya; yang
memuji dan merasa bangga dengan penyair-penyair mereka.
Dipilihlah
di antara syair-syair itu yang terbagus, lalu digantungkan di Ka’bah tidak jauh
dari patung dewa-dewa pujaan mereka.
Seorang
penyair mempunyai kedudukan yang amat tinggi dalam masyarakat bangsa Arab. Bila
pada suatu kabilah muncul seorang penyair maka berdatanganlah utusan dari
kabilah-kabilah lain, untuk mengucapkan selamat kepada kabilah itu. Untuk ini
kabilah itu mengadakan perhelatan-perhelatan dan jamuan besar-besaran, dengan
menyembelih binatang-binatang ternak. Wanita-wanita kabilah ke luar untuk
menari, menyanyi dan bermain musik.
Semua
ini diadakan untuk menghormati penyair. Karena penyair membela dan
mempertahankan kabilah dengan syair-syairnya, ia melebihi seorang pahlawan yang
membela kabilahnya dengan ujung tombaknya. Disamping itu penyair dapat juga
mengabadikan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian dengan syairnya. Dan
bilamana ada penyair-penyair kabilah lain mencela kabilahnya, maka dialah yang
akan membalas dan menolak celaan-celaan itu dengan syair-syairnya pula.
Salah
satu dari pengaruh syair pada bangsa Arab ialah : Bahwa syair itu dapat
meninggikan derajat yang tadinya hina,atau sebaliknya, dapat menghina-hinakan
seseorang yang tadinya mulia. Bilamana seorang penyair memuji seorang yang
tadinya dipandang hina, maka dengan mendadak sontak orang itu menjadi mulia;
dan bilamana seorang penyair mencela atau memaki seorang yang tadinya
dimuliakan, maka dengan serta merta orang itu menjadi hina.
Sebagai
contoh dapat kita sebutkan di sini Abdul ‘Uzza ibnu ‘Amir. Dia adalah seorang
yang mulanya hidup melarat. Puteri-puterinya banyak, akan tetapi tidak ada
pemuda-pemuda yang mau memperistri mereka. Kemudian dia dipuji oleh Al A’sya
seorang penyair ulung. Syair Al A’sya yang berisi pujian itu tersiar
kemana-mana. Dengan demikian menjadi mashyurlah Abdul ‘Uzza itu; penghidupannya
menjadi baik, maka berebutanlah pemuda-pemuda meminang puteri-puterinya.
Ada
sekumpulan manusia dicela oleh penyair Hassan ibnu Tsabit, maka menjadi
hina-hinalah mereka.
Penyair
Al Huthaiah memuji sekelompok manusia. Mereka merasa bangga dengan pujian Al
Huthaiah itu, seakan-akan pujian Al Huthaiah itu suatu ijazah yang mereka dapat
dari salah satu perguruan tinggi.
Itulah
syair dan demikianlah pengaruhnya! Sekaranginginlah kita hendak memperkatakan
syair itu sebagai suatu seni yang telah menggambarkan kehidupan, budi pekerti
dan adat istiadat bangsa Arab.
Menurut
para pembahas, syair-syair dari penyair-penyair yang hidup dimasa Jahiliah
menjadi sumber yang terpenting bagi sejarah bangsa Arab sebelum Islam.
Syair-syair dapat menggambarkan kehidupan bangsa Arab dimasa Jahiliah,. Dia
adalah sumber bagi sejarah bangsa Arab, sebagai piramida-piramida, candi-candi,
obelisk-obelisk dan tulisan-tulisan yang ada pada barang-barang tersebutmenjadi
sumber bagi sejarah bangsa Mesir purbakala.
Orang
yang membaca syair Arab, akan melihat kehidupan bangsa Arab tergambar dengan
jelas pada syair itu. Dia akan melihat padang pasir, kemah-kemah, tepat-tempat
permainan, dan sumber-sumber air. Dia akan mendengar tutur kata
pemimpin-pemimpin laki-laki dan wanita. Dia akan mendengar bunyi kuda dan
gemerincing pedang.
Syair
akan mengisahkan kepadanya peperangan-peperangan, adat istiadat dan budi
pekerti bagsa Arab.
Dari
syair kita akan mengetahui bahwa di antara bangsa Arab ada orang-orang yang
telah mengetahui "Allah", kendati pun kepercayaan watsani-lah yang
berkembang di waktu itu. Ada orang mengharamkan atau mencela minum chamar
(tuak). Dan bahwa salah satu adat kebiasan mereka ialah mengawini istri bapa
sesudah bapa itu meninggal. Dan bahwa mereka telah mengenal thalaq, dan banyak
lagi hal lain-lain, yang syair Arab Jahiliah itu adalah sumber untuk
mengetahuinya.
A
G A M A
Ahli-ahli
sejarah agama berpendapat bahwa manusia itu menurut wataknya suka beragama.
Naluri suka beragama dan suka memikirkan Allah, selalu kelihatan pada tiap-tiap
masyarakat manusia.
Oleh
karena itu, kalau dalam masyarakat kedapatan oknum-oknum atau kelompok-kelompok
manusia yang memungkiri adanya Tuhan atau berusaha memberantas agama, hal itu
berarti bahwa mereka melawan naluri yang ada pada diri mereka sendiri. Dan
jarang pula orangyang melawani dan mengingkari naluri sendiri itu karena satu
dan lain sebab.
Ada
perlainan pendapat dalam kalangan ahli-ahli sejarah agama tentang menentukan
keadaan-keadaan yang menolong bagi pertumbuhan dan perkembangan naluri beragama
itu.
Sebagian
dari mereka berpendapat bahwa naluri beragama akan tumbuh dan berkembang, bila
pikiran telah maju dan kecerdasan telah tinggi, bila manusia telah sampai
kepada taraf dapat berpikir tentang dirinya, bagaimana dirinya itu dijadikan,
tenaga-tenaga dan daya-daya apa yang ada pada dirinya itu, bagaimana dia dapat
melihat dan mendengar dan sebagainya:
"Dan (juga) dalam diri kamu
sendiri – ada tanda-tanda kebesaran Tuhan – apakah tidak kamu perhatikan
?" (Adz Dzariyat 21).
Dan
dapat berpikir tentang alam yang melingkupinya, tentang langit dan bumi.
"Apakah
mereka tidak melihat kepada unta, bagaimana dijadikan ? Kepada langit,
bagaimana ditinggikan ? Kepada gunung-gunung, bagaimana ditegakkan ? Dan kepada
bumi, bagaimana dihamparkan ?" (Al
Ghasyiah 17 – 20)
Sedang
sebagian lain berpendapat bahwa naluri beragama itu tumbuh dan berkembang,
dimana perbedaan gejala-gejala alam amat jelas kelihatannya. Dimana manusia
merasa lemah berhadapan dengan gejala-gejala alam itu, maka timbullah
keinginannya hendak meminta pertolongan atau meminta perlindungan kepada
gejala-gejala alam itu. Beginilah halnya manusia primitif; dikala mereka
melihat hujan, angin, penyakit, maut, binatang-binatang buas, mereka merasa
kelemahan mereka, maka oleh karena itu dicarinyalah perlindungan.
Sesuai
dengan keadaan yang menolong bagi menumbuhkan dan memperkemban naluri beragama
itu, maka bangsa Arab mengambil kedudukannya diantara bangsa-bangsa yang
beragama.
Mereka
yang cenderung kepada pendapat yang pertama berpendapat, bahwa naluri beragama
itu tumbuh dan berkembang dimana didapati ketentraman hati, karena dalam
keadaan yang semacam itulah ada kesempatan bagi akal untuk berpikir.
Sedang
orang-orang yang cenderung kepada pendapat yang kesua, berpendapat bahwa naluri
beragama tumbuh dan berkembang dimana manusia berada dalam pergolakan yang
sempit di dalam alam ini. Dimana dia selalu menghadapi kesulitan-kesulitan
hidup. Orang-orang ini berpendapat bahwa naluri beragama pada bangsa Arab,
ditimbulkan oleh keadaan hidup mereka.
Dalam
pada itu, kekeringan Jazirah Arab sebenarnya adalah baru, kalau dibandingkan
dengan berapa lamanya manusia telah ada di muka bumi ini.
Penyelidikan-penyelidikan
ilmiah telah menunjukan bahwa Jazirah Arab – yang sekarang merupakan padang
pasir yang tandus – dahulunya adalah bumi yang subur dan menghijau, yang telah
menganugrahkan kepada penduduknya pelbagai macam kemakmuran. Oleh karena itu
amat boleh jadi perasaan keagamaan telah timbul pada bngsa Arab semenjak zaman
yang disebutkan.
Kita
berkata demikian, oleh karena semangat beragama amat kuat pada bangsa Arab, hal
ini adalah nyata dan tidak diragukan lagi, serta dapat disaksikan setiap hari.
Semangat
beragama ini menjadi salah satu sebab yang mendorong mereka melawan dan
memerangi agama Islam dikala Islam datang. Mereka memerangi agama Islam, karena
mereka amat kuat berperang dengan agama lama, yaitu kepercayaan yang telah
mendarah daging pada diri mereka. Andaikata mereka acuh tak acuh dengan agama
tertentu dibiarkannya saja agama Islam, siapa yang hendak memluknya
dipeluknyalah, dan siapa yang tidak, terserah. Akan tetapi yang kejadian
bukanlah demikian.Agama Islam mereka perangi dengan mati-matian, sampai mereka
kalah.
Sampai
saat ini pun orang Arab, baik pun dia seorang ulama atau seorang jahil, amat
bersemangat terhadap agamanya, disiarkannya agama itu dan dibelanya sekuat
tenaganya.
Di
Indonesia saya perhatikan bangsa Arab dari Hadramaut, bangsa India Tionghoa,
dan di antara bangsa-bangsa ini, bangsa Arablah yang amat bersemangat terhadap
agamanya, dan yang giat menyiarkannya padahal bangsa Tionghoa dan bangsa India
jauh lebih kaya dari mereka.
Sementara
itu jangan dilupakan bahwa yang kita maksud dengan semangat beragama di sini,
ialah semangat beragama umumnya. Adapun ibadat dan kerja-kerja keagamaan,
bangsa Arab Badui, sudah lama merasa bosan dan kesal terhadapnya, karena hal
ini mereka pandang sebagai pengikat kemerdekaannya.
Mereka
amat mencintai hidup bebas yang tiada terikat oleh sesuatu apapun.
Dalam
beragama kerapkali terjadi penyelewengan. Ada di antara umat manusia yang
menyembah pohon-pohon kayu. Ada pula yang menyembah bintang-bintang,
sebagaimana tak kurang pula yang menyembah raja-raja, binatang-binatang dan
batu-batu.
Akan
tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa penyembahan yang mula-mula di kenalmanusia
semenjak masa Adam a.s. adalah penyembah kepada Allah yang Maha Esa. Karena
dengan menyembah Allah itulah tentram jiwa manusia.
Bangsa
Arab adalah salah satu dari bangsa-bangsa yang telah mendapat petunjuk. Mereka
mengikuti agama Nabi Ibrahim, setelah Nabi Ibrahim melarikan diri dari kaumnya
yang hendak membakarnya dengan api, karena beliau mengingkari dan melawan
dewa-dewa mereka.
Tetapi
bangsa Arab setelah mengikuti iagama Nabi Ibrahim lantas kembali lagi menyembah
berhala. Berhala itu mereka buat dari batu dan ditegakkan di Ka’bah. Dengan
demikian agama Ibrahim bercampur aduklah dengan kepercayaan watsani, dan
hampir-hampir kepercayaan watsani itu dapat mengalahkan agama Nabi Ibrahim,
atau benar-benar agama Nabi Ibrahim telah kalah oleh kepercayaan watsani.
DARI
AGAMA NABI IBRAHIM KE KEPERCAYAAN
WATSANI
Ada
bermacam-macam pendapat tentang cara berpindahnya bangsa Arab dari agama Nabi
Ibrahim kepada kepercayaan Watsani. Boleh jadi di antara pendapat-pendapat itu,
yang lebih dekat kepada yang sebenarnya ialah yang dituturkan oleh Ibnul Kalbi
yitu :
Yang
menyebabkan bangsa Arab akhirnya menyembah berhala dan batu, ialah siapa-siapa
yang meninggalkan kota Makkah selalumembawa sebuah batu, siambilnya sari
batu-batu yang ada di Haram Ka’bah, dengan maksud untuk menghormati Haram itu,
dan untuk memperlihatkan cinta mereka terhadap kota Makkah.
Dengan
demikian jelaslah sudah betapa agama Nabi Ibrahim telah campur aduk dengan
kepecayaan Watsani.
Dalam
keadaan yang gelap gulita ini didapati pula diantara bangsa Arab itu
orang-orang yang melecehkan dan tidak suka menyembah berhala. Mereka antara
lain ialah: Waraqah ibnu Naufal, Usman ibnu Huairis, Abdullah ibnu Jahsy dan
Zaid ibnu Umar.
Warakah
dan Usman akhirnya memeluk agam Masehi. Abdullah tetap ragu-ragu sampai
datangnya agama Islam. Diwaktu agama Islam datang, lalu dianutnya, akan tetapi
kemudian ditinggalkannya, dan dianutnya pula agama Masehi, sebagai yang tersiar
dimasanya, tetapi jiwanya tiada puas dengan penyembahan berhala, dan agama
Islam belum pula lahir lagi di awktu itu, Oleh karena itu kelihatanlah dia
sebagai seorang yang menciptakan agama sendiri. Dijauhinya berhala, dan
tiadalah dia mau memakan bangkai dan darah, dan berserulah dia kepada kaumnya :
"Wahai kaumQuraisy! Demi orang
yang berkuasa atasku tak ada lagi diantara kamu orang yang masih berperang
kepada agama Ibrahim, selain dari padaku".
Acapkali
pula dia menyeru Tuhan, seraya berkata :
"Wahai Tuhanku! Kalu kiranya aku
ada mengetahui wajah yang paling engkau cintai, saya sembah engkau dengan
perantaraanya. Akan tetapi aku tiada mengetahuinya"
Di
antara orang-orang yang juga tidak mau menyembah berhala ialah : Umaiah ibnu
Abish Shalt dan Quss ibnu Sa’idah al Iyadi.
Adapun
di antara berhala-berhala terpenting yang disembah oleh bangsa Arab, ialah
"Hubal". Hubal ini terbuat dari batu akikk berwarna merah, berbentuk
manusia. Yaitu dewa mereka yang terbesar. Dia diletakkan di Ka’bah.
Disamping
itu banyak lagi berhala-berhala yang lain, diantaranya yang penting:
Al
lata, tempatnya di Thaif, menurut Tsaqif (penduduk Thaif) Al lata ini adalah
berhala yang paling tua.
Al
‘Uzza, tempatnya di Hejaz. Kedudukannyasesudah Hubal.
Manah,
tempatnya didekat kota Madinah. Manah ini dimuliakan oleh penduduk Yatsib.
Baik
pula diketahui bahwa bangsa Arab menyembah berhala-berhala ini adalah sebagai
perantara kepada Tuhan, jadi pada hakekatnya bukanlah berhala-berhala itu yang
mereka sembah.
"Kamu tiadalah menyembah mereka,
hanya agar mereka menghampirkan kami kepada Allah sehampir-hampirnya" ( Az Zummar 3)
Untuk
mendekatkan diri kepada dewa-dewa itu, maka oleh bangsa Arab disajikan
kepadanya korban-koraban dari binatang ternak. Bahkan pada suatu ketika pernah
pula mereka mempersembahmkan manusia sebagai koraban kepada dewa-dewa.
Peristiwa
Abdul Mutthalib yang hampir saja menyembelih puteranya yang bernama Abdullah
buat jadi koraban kepada dewa-dewa – sebagai yang akan kita tuturkan nanti –
menunjukkan bahwa mempersembahkan manusia sebagai koraban kepada dewa-dewa
pernah dikerjakan oleh mereka.
Mereka
pun biasa pula bertenung, dan melihat peruntungan kepada dewa-dewa itu. Bilaman
seorang hendak mengerjakan sesuatu pekerjaan yang berarti, umpamanya hendak
berpergian, atau kawin, pergilah ia ke Ka’bah untuk bertenung dan melihat
pendapat dewa-dewa terhadap pekerjaan itu. Yang menjadi juru tenung ialah
penjaga-penjaga Baitullah.
Di
samping pemujaan kepada berhala-berhala, agama-agama ketuhanan pun telah pernah
memasuki Jazirah Arab, sebelum datang agama Islam. Diatas telah pernah kita
tuturkan tentang seorang raja Yaman yang bernama Zu Nuas. Telah kita sebutkan
pula bahwa raja ini memeluk agama yahudi itu. Zu Nuas menerima agama Yahudi
dari orang-orang Yahudi yang berpindah ke Yaman.
Dalam
pada iti di Yatsib, Khaibar, Wadil Qura dan lain-lain ada pula orang-orang yang
beragama Yahudi. Boleh jadi mereka berasal dari Palestina, atau mereka ialah
bangsa Arab yang telah memeluk agama Yahudi
Agama
Masehi pun pernah masuk ke Jazirah Arab. Telah kita sebut juga di atas mengenai
kaum Masehi Najran yang dimusnahkan oleh Zu Nuas. Di Ghassan ada kaum Masehi,
demikian pula di Yaman waktu negeri Yaman di bawah pemerintahan bangsa Habsyi,
Agama Masehi datangnya ke Jazirah Arab ialah dari Siria, Mesir dan Habsyi.
Tetapi,
agama Yahudi dan Masehi tiadalah tersiar betul tanah Arab.Yang demikian
disebabkan adanya diskiriminasi yaitu agama Yahudi menurut bagsa yahudi adalah
agama dari "suatu bangsa yang pilihan"
Kendatipunseorang
Arab telah menganut agama Yahudi, namun dia tiadalah akan mendapat hak sama
dengan seorang Yahudi keturunan Yahuda.
Oleh
karena itu tiadalah rela bangsa Arab untuk memeluk suatu agama yang akan
menempatkannyapada suatu derajat dibawah dari derajat penyeru-penyeru agama itu
sendiri.
Adapun
agama Masehi, Keadaannya telah terpenuhi oleh kepercayaan-kepercayaan yang
ruwet, yang sukar oleh otak bangsa Arab memahaminya. Juga telah dipenuhi oleh
perselisihan yang sengit, yang mengakibatkan persoalan agama itu sendiri
menjadi kabur, dan menjadikan orang-orang Arab yang ingin menganut agama itu
akhirnya jadi berpaling daripadanya.
K
E L U A R G A
Tiadalah
dapat seorang pembahas menentukan suatu sistem keluarga yang dipakai oleh
kabilah-kabilah Arab. Karena adat istiadat kabilah-kabilah itu kadang-kadang
amat jauh berbeda. Yang demikian disebabkan oleh sistem kabilah, yang telah
menjadikan satu kabilah sebagai satu kesatuan yang mempunyai adat istiadat dan
budi pekerti tersendiri, yang boleh jadi amat jauh bedanya dari adat istiadat
dan budi pekerti kabilah-kabilah yang lain.
Akan
tetapi ada suatu gejala yang boleh dikatakan kelihatan dengan jelas pada
tiap-tiap kabilah. Yaitu : adat menjaga dan membela wanita, dan memandang
kehormatan perempuan itu lebih tinggi harganya daripada jiwa, harta dan anak
pinak.
Perempuan-perempuan
itu sendiri pun, kerapkali pula dapat mempergunakan kesempatan mereka di medan
perang untuk memompakan semangat yang berapi-api kepada kaum laki-laki yang
sedang bertempur.
Pada
pertempuran Dzi Qar yang terjadi antara bansa Persia dengan Kabilah Bakr
tampilah seorang perempuan dari Bani Ajal menyanyikan sebuah lagu untuk
menghasung kaum laki-laki yang sedang bertempur, agar mereka bertempur dengan
mati-matian.
Dalam
nyanyian itu ia atas nama teman-temanya kaum wanita mengucapkan janji yang
muluk-muluk kepada kaumlaki-laki yang sedang bertempur itu. Janji itu akan
dipenuhi kalau mereka menang, dan diancam kalau mereka kalah. Nyanyian ini
diubah dalam sebuah sajak yang berbunyi:
"Kalau
kamu dapat mengalahkan musuh, kita berpeluk-pelukan.
Kita
hamparkan permadani
Tetapi
kalau kamu yang kalah, kita bercerai.
Cerai
sebagai orang yang tak pernah mencintai"
Tidak
jarang pula penghargaan kepada kaum perempuan telah menyeleweng dan
berlebih-lebihan sampai menimbulkan bencana serta menyebabkan
perbuatan-perbuatan yang memberi malu dan noda. Sebagai contoh dapat disebutkan
di sini peristiwa ‘Amr ibnul Mundzir ibnu Mais Sama’. ‘Amr ini seorang yang
berkuasa (raja) di Hirah. Sekali peristiwa dia bertanya kepada orang-orang yang
sama-sama duduk dengan dia : "setahu kamu sekalian, adakah di tanah Arab ini
orang yang ibunya enggan melayani ibuku? Tidak ada, jawab mereka, hanya boleh
jadi ‘Amr ibnu Kultsum".
Maka
oleh ‘Amr ibnul Mundzir dengan ibunya yang bernama Hindun dijamu ‘Amr ibnul
Kultsum dengan ibunya yang bernama Laila binti Muhalhil. Kepada ibunya
dibisikkannya agar diwaktu makan dan minum nanti ibunya meminta tolong kepada
Laila supaya mengambilkannya piring dan sebagainya.
Hindun
menjalankan sebagai yang dibisikan anaknya itu, akan tetapi Laila menjawab
:"Masing-masing haruslah mengambil apa yang diperlukannya!"
Hindun
meminta sekali lagi supaya Laila menolongnya. Akan tetapi Laila arif apa yang
dimaksud orang kepadanya, dan terasa olehnya bahwa perasaan dan kehormatannya
tersinggung, maka berteriaklah ia: "Penghinaan! Penghinaan !"
Teriakannya
itu kedengaran oleh anaknya. Maka melompatlah dia dari tempat duduknya dan
direbutnya sebuah pedang yang kebetulan tergantung di dinding, lalu dibunuhnya
‘Amr ibnul Mundzir dengan pedang itu.
Dari
cerita ini, yang kita cantumkan di sini dengan ringkas, dapatlah pembaca
membayangkan kedudukan wanita pada bangsa Arab yang dicerminkan oleh Hindun dan
Laila. Dari cerita ini kita dapat mengetahui ketajaman perasaan wanita Arab,
seperti yang tercermin pada Laila. Kelihatan pula betapa sepatah kata saja
Laila yang melukiskan kemarahan hatinya telah mengakibatkan tewasnya seorang
raja.
Salah
satu gejala dari adanya keinginan yang berlebih-lebihan untuk menjaga agar
perempuan itu selalu terhormat ialah : kebiasaan mengubur anak perempuan
hidup-hidup, karena dikhawatirkan nanti akan bernoda atau di tawan musuh.
Akan
tetapi kebiasaan membunuh anak perempuan ini tentu saja tiadalah menjadi adat
bagi seluruh kabilah Arab, hanya terdapat pada sementara Bani Asad dan Tamim.
Tentang
pembinaan keluarga, maka umumnya adalah menurut yang biasa saja. Yaitu
laki-laki meminang wanita yang hendak dikawinnya kepada keluarganya. Bial
pinangan itu dikabulkan, maka dibawanyalah wanita itu ke rumahnya dan
dilangsungkan pernikahan.
Telah
menjadi kebiasaan pula meminta pikiran perempuan lebih dahulu, sebelum dia
dikawinkan.
Buku-buku
kesusastraan dan sejarah banyak menceriatakan peristiwa Aus ibnu Haritsah
dengan ketiga orang puteranya, ketika didatangi oleh Al harit ibu ‘Auf, untuk
meminang salah seorang puterinya itu.
Aus
memanggil puterinya yang tertua, dan kepadanya disampaikan pinangan bangsawan
Arab itu.
Puterinya
mengemukakan beberpa ‘aib yang ada pada dirinya sendiri. Padahal antara dia dan
Al Harits tidak ada kekerabatan atau dipandang oleh Al Harits bukan pula
tetangga dari ayahnya, yang akan menyebabkan ayahnya merasa malu untuk menolak
pinangannya.
Lebih
lanjut puterinya itu berkata : "Aku takut kalau-kalau aku nanti
dicerikannya; hal itu tentu tidak baik bagiku".
Aus
memanggil puterinya yang menengah. Ia pun menolak sebagai tolakan saudaranya
yang tua itu. Akhirnya Aus memanggil puterinya yang terkecil. Ia menerima
pinangan itu. Maka diceritakanyalah oleh ayahnya bahwa saudaranya yang berdua
telah menolak, dan dijelaskannya mengapa saudara-saudaranay itu menolak. Maka
berkatalah puterinya yang paling muda itu "Akan tetapi, demi Allah, mukaku
cantik, aku banyak berbuat baik. Budi pekertiku pun halus. Bahkan pula ayahku
berbangsa tinggi". Bertanyala ayahnya:"Tidakkah engkau takut akan
diceraikannya?" Pertanyaan ayahnya itu dijawabnya:"jika aku
dicerikan, kendatipun sifat-sifatku sebagai disebutkan itu, tiadalah ia akan
diberkati oleh Allah ".Maka oleh Aus dikawinkanlah dia dengan Al Harits
itu.
Dengan
memperhatikan ceritera ini dapat pula kita mengetahui bahwa bangsa Arab telah
mengenal pula thalaq itu.
Telah
jadi kebiasaan bagimereka bahwa thalaq itu di tangan laki-laki. Seorang
laki-laki berhak memegang terus istrinya atau menceraikannya. Akan tetapi ada
sementara wanita yang tiada mau diperistri, kalau tidak hak mencerai itu
dipegang oleh mereka. Diantaranya Salma binti ‘Amr dari Bani An Najjar. Salma
ini ialah ibu dari Abdul Mutthalib ibnu Hasjim.
Ada
lagi suatu kebiasaan bangsa Arab, yaitu tidak mau mengawinkan putri-putri
mereka kepada bangsa asing (yang bukan bangsa Arab).
Pernah
Kisra Persia hendak memingang salah seorang dari puteri Nu’man ibnu Mundzin
raja Hirah.
Wanita-wanita
padang pasir tidak ingin dikawinkan dengan pendduk negeri. Sebagai contoh dapat
kita sebut Maisun istri dari Mu’awiah ibnu Abi Sufyan dan ibu dari Yazid ibnu
Mu’awiah. Maisun tidak betah hidup mewah dalam istana di kota Damaskus nan
indah itu. Jiwany selalu rindu kepada kemahnya, serta hidupnya yang bebas
digurun pasir.
Untuk
melahirkan perasaan hatinya ditulisnya sebuah kasidah yang panjang, diantaranya
:
Memakai baju ‘aba’ah yang kasar akan
tetapi hatiku senang, lenih kusukai daripada memakai yang halus-halus
Angin yang repihan roti di rumah yang
sudah bukit lebih kusukai daripada mahligai yang tinggi
Mamakan repihan roti di rumah yang
sudah runtuh, lebih kusukai daripada memakan roti yang segar
Tatkala
Mu’awiah mengetahui hal ini dikembalikannyalah istrinya ke kampungnya di padang
pasir.
Dimasa
Jahiliah jumlah istri pada bangsa Arab tiada terbatas. Dalam buku fiqh banyak
disebutkan contoh tentang orang sebelum Islam yang beristri lebih dari empat
orang. Ada diantaranya yang mempunyai istri sampai sepuluh orang. Orang ini
disuruh memilih empat orang di antara istri itu dan menceraikan yang
selebihnya.
Orang
Arab Amat suka mempunyai anak laki-laki. Doa mereka diwaktu kawin ialah :
"Bir rifai wal banin".(moga-moga sesuai, dan banyak anak laki-laki)
Dan adalah suatu hal yang jelas bahwa putra yang laki-laki itulah yang menjadi
saka guru dan tiang keluarga.
Wanita
Arab menjadi teman dan penolong yang baik bagi suaminya, karena dia mempunyai
bermacam kepandaian yang menyebabkan kecerdasannya setarf dengan kecerdasan
suaminya. Dia pandai menggembala, bernyanyi, bersyair, menari, memintal benang,
bertenun kain dan membuat kemah. Kesemuanya itu dapat dikerjakan oleh seorang
wanita Arab, disamping kewajibannya sebagai ibi rumah tangga dan nyonya rumah.
Wanita
Arab di zaman Jahiliah tidak mengenal "hijab" bahkan sampai sekarang
ini pun wanita-wanita padang pasir Arab tidak mengenal Hijab. Mereka biasa
keluar rumah dengan mengapit lengan suaminya sebagai kebiasaan orang-orang
Barat
Adapun
hijab yang kedapatan dikota-kota Jazirah Arab di zaman sekarang, biarpun dengan
cara menutup muka, atau dengan cara tidak boleh keluar rumah atau memasuki
masyarakat adalah suatu peraturan yang dimasukan oleh bangsa Turki ke dunia
Islam, dimasa mereka berkuasa dahulu. Hijab ini oleh bangsa Turki diberi corak
keIslaman, padahal sebenarnya dia bukanlah adat istiadat Arab dan bukan pula
adat istiadat Islam.
Ada
suatu kebiasaan yang tidak baik, yang terkadangdiderita oleh wanita Arab, yaitu
istri dari ayah biasanya diwarisi (dikawini oleh anaknya) seperti mewarisi
harta benda. Perkawinan semacam ini mereka namai "Zawaju’l maqt"
(kawin marah)
Akan
tetapi kebiasaan ini tidak begitu tersiar. Biasanya dilakukan terhadap wanita
yang tiada beranak
Sementara
itu ahli-ahli sejarah mamandang perlakuan ini sebagai akibat sistem perkawinan
bangsa Arab, yaitu sistem yang menganggap bahwa perkawinan itu berarti
memutuskan hubungan antara seorang wanita dengan ayah dan saudara-saudara
laki-laki.
Keluarga
pada bangsa Arab adalah suatu kesatuan yang anggotanya dukung mendukung,
biarpun keadilan atau dalam perbuatan aniaya. Dalam hal ini semboyan mereka
ialah :"Tolong saudaramu, biarpun menganiaya atau teraniaya!"
Walupun
demikian pendirian dua orang yang bersaudara, kemudian antara anak-anak atau
keturunan dari dua orang bersaudara itu, lekas pula terjadi permusuhan, yang
menyebabkan mencetus api peperangan antara mereka. Seperti permusuhan yang
terjadi antara keturunan ‘Abdud Dar dan keturunan ‘Abdu Manaf, sedangkan ‘Abdud
Dar dan ‘Abdu Manaf, itu adalah bersaudara. Keduanya putera dari Qushai. Begitu
juga permusuhan yang terjadi antara keturunan ‘Abdu Manaf dengan Umaiyah
Ibnu’Abdu Syam. Demikian pula permusuhan yang timbul antara keluarga Abbasiah
dan keluarga Alawiah padahal kedua golongan ini adalah keturunan ‘Abdull
Mutthalib ibnu Hasyim. ( Prof. Dr. A. Syalabi )
Sejarah Arab Pra Islam
ARAB
PRA ISLAM
Ditilik
dari silsilah keturunan dan cikal bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum
Bangsa Arab menjadi Tiga bagian, yaitu :
1. Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sejarahnya tidak bisa
dilacak secara rinci dan komplit. Seperti Ad, Tsamud, Thasn,
Judais, Amlaq dan lain-lainnya.
2. Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya’rub
bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.
3. Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Isma’il,
yang disebut pula Arab Adnaniyah.
1.
SISTEM POLITIK DAN KEMASYARAKATAN
a.
Kondisi Politik
Bangsa
Arab sebelum islam, hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri
sendiri-sendiri. Satu sama lain kadang-kadang saling bermusuhan. Mereka tidak
mengenal rasa ikatan nasional. Yang ada pada mereka hanyalah ikatan kabilah.
Dasar hubungan dalam kabilah itu ialah pertalian darah. Rasa asyabiyah (kesukuan)
amat kuat dan mendalam pada mereka, sehingga bila mana terjadi salah seorang di
antara mereka teraniaya maka seluruh anggota-anggota kabilah itu akan bangkit
membelanya. Semboyan mereka “ Tolong saudaramu, baik dia menganiaya atau
dianiaya “.
Pada hakikatnya kabilah-kabilah ini mempunyai pemuka-pemuka
yang memimpin kabilahnya masing-masing. Kabilah adalah sebuah pemerintahan
kecil yang asas eksistensi politiknya adalah kesatuan fanatisme,
adanya manfaat secara timbal balik untuk menjaga daerah dan menghadang musuh
dari luar kabilah.
Kedudukan pemimpin kabilah ditengah kaumnya, seperti halnya
seorang raja. Anggota kabilah harus mentaati pendapat atau keputusan pemimpin kabilah.
Baik itu seruan damai ataupun perang. Dia mempunyai kewenangan hukum dan
otoritas pendapat, seperti layaknya pemimpin dictator yang perkasa. Sehingga
adakalanya jika seorang pemimpin murka, sekian ribu mata pedang ikut bicara,
tanpa perlu bertanya apa yang membuat pemimpin kabilah itu murka.
Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah system dictator.
Banyak hak yang terabaikan. Rakyat bisa diumpamakan sebagai ladang yang harus
mendatangkan hasil dan memberikan pendapatan bagi pemerintah. Lalu para pemimpin
menggunakan kekayaan itu untuk foya-foya mengumbar syahwat, bersenang-senang,
memenuhi kesenangan dan kesewenangannya. Sedangkan rakyat dengan kebutaan
semakin terpuruk dan dilingkupi kezhaliman dari segala sisi. Rakyat hanya bisa
merintih dan mengeluh, ditekan dan mendapatkan penyiksaan dengan sikap harus
diam, tanpa mengadakan perlawanan sedikitpun.
Kadang persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang
memakai sistem keturunan paman kerap membuat mereka bersikap
lemah lembut, manis dihadapan orang banyak, seperti bermurah hati, menjamu
tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan keberanian, membela diri dari serangan
orang lain, hingga tak jarang mereka mencari-cari orang yang siap memberikan
sanjungan dan pujian tatkala berada dihadapan orang banyak, terlebih lagi para
penyair yang memang menjadi penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu,
hingga kedudukan para penyair itu sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang
bersaing mencari simpati.
b.
Kondisi Masyarakat
Dikalangan
Bangsa Arab terdapat beberapa kelas masyarakat. Yang kondisinya
berbeda antara yang satu dengan yang lain. Hubungan seorang keluarga dikalangan
bangsawan sangat diunggulkan dan diprioritaskan, dihormati dan dijaga sekalipun
harus dengan pedang yang terhunus dan darah yang tertumpah. Jika seorang ingin
dipuji dan menjadi terpandang dimata bangsa Arab karena kemuliaan dan
keberaniannya, maka dia harus banyak dibicarakan kaum wanita.
Karena jika seorang wanita menghendaki, maka dia bisa
mengumpulkan beberapa kabilah untuk suatu perdamaian, dan jika wanita itu mau
maka dia bisa menyulutkan api peperangan dan pertempuran diantara mereka.
Sekalipun begitu, seorang laki-laki tetap dianggap sebagai pemimpin ditengah
keluarga, yang tidak boleh dibantah dan setiap perkataannya harus dituruti.
Hubungan laki-laki dan wanita harus melalui persetujuan wali wanita.
Begitulah gambaran secara ringkas kelas masyarakat
bangsawan, sedangkan kelas masyarakat lainnya beraneka ragam dan mempunyai
kebebasan hubungan antara laki-laki dan wanita.
Para wanita dan laki-laki begitu bebas
bergaul, malah untuk berhubungan yang lebih dalam pun tidak ada batasan. Yang
lebih parah lagi, wanita bisa bercampur dengan lima orang atau lebih laki-laki
sekaligus. Hal itu dinamakan hubungan poliandri. Perzinahan
mewarnai setiap lapisan masyarakat. Semasa itu, perzinahan tidak dianggap aib
yang mengotori keturunan.
Banyak hubungan antara wanita dan
laki-laki yang diluar kewajaran, seperti :
1. Pernikahan secara spontan, seorang
laki-laki mengajukan lamaran kepada laki-laki lain yang menjadi wali wanita,
lalu dia bisa menikahinya setelah menyerahkan mas kawin seketika itu pula.
2. Para
laki-laki bisa mendatangi wanita sekehendak hatinya. Yang disebut wanita
pelacur.
3. Pernikahan
Istibdha’, seorang laki-laki menyuruh istrinya bercampur kepada
laki-laki lain hingga mendapat kejelasan bahwa istrinya hamil. Lalu sang suami
mengambil istrinya kembali bila menghendaki, karena sang suami menghendaki
kelahiran seorang anak yang pintar dan baik.
4. Laki-laki
dan wanita bisa saling berhimpun dalam berbagai medan peperangan. Untuk pihak
yang menang, bisa menawan wanita dari pihak yang kalah dan menghalalkannya
menurut kemauannya.
Banyak lagi hal-hal yang menyangkut hubungan wanita dengan
laki-laki yang diluar kewajaran. Diantara kebiasaan yang sudah dikenal akrab
pada masa jahiliyah ialah poligami tanpa da batasan maksimal, berapapun
banyaknya istri yang dikehendaki. Bahkan mereka bisa menikahi janda
bapaknya, entah karena dicerai atau karena ditinggal mati. Hak perceraian ada
ditangan kaum laki-laki tanpa ada batasannya.
Perzinahan mewarnai setiap lapisan mayarakat, tidak hanya
terjadi di lapisan tertentu atau golongan tertentu. Kecuali hanya sebagian
kecil dari kaum laki-laki dan wanita yang memang masih memiliki keagungan jiwa.
Ada pula kebiasaan diantara mereka yang
mengubur hidup-hidup anak perempuannya, karena takut aib dan karena
kemunafikan. Atau ada juga yang membunuh anak laki-lakinya, karena takut miskin
dan lapar. Disini
kami tidak bisa menggambarkannya secara detail kecuali dengan ungkapan-ungkapan
yang keji, buruk, dan menjijikkan.
Secara garis besar, kondisi masyarakat
mereka bisa dikatakan lemah dan buta. Kebodohan mewarnai segala aspek
kehidupan, khurafat tidak bisa dilepaskan, manusia hidup layaknya binatang.
Wanita diperjual-belikan dan kadang-kadang diperlakukan layaknya benda mati.
Hubungan ditengah umat sangat rapuh dan gudang-gudang pemegang kekuasaan
dipenuhi kekayaan yang berasal dari rakyat, atau sesekali rakyat dibutuhkan
untuk menghadang serangan musuh.
2. SISTEM KEPERCAYAAN DAN KEBUDAYAAN
Kepercayaan bangsa Arab sebelum lahirnya Islam, mayoritas
mengikuti dakwah Isma’il Alaihis-Salam, yaitu menyeru kepada agama
bapaknya Ibrahim Alaihis-Salam yang intinya menyeru menyembah Allah,
mengesakan-Nya, dan memeluk agama-Nya.
Waktu terus bergulir sekian lama, hingga banyak diantara
mereka yang melalaikan ajaran yang pernah disampaikan kepada mereka. Sekalipun
begitu masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syiar dari agama Ibrahim, hingga
muncul Amr Bin Luhay, (Pemimpin Bani Khuza’ah). Dia tumbuh sebagai orang
yang dikenal baik, mengeluarkan shadaqah dan respek terhadap urusan-urusan
agama, sehingga semua orang mencintainya dan hampir-hampir mereka menganggapnya
sebagai ulama besar dan wali yang disegani.
Kemudian Amr Bin Luhay mengadakan
perjalanan ke Syam. Disana dia melihat penduduk Syam
menyembah berhala. Ia menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik dan benar.
Sebab menurutnya, Syam adalah tempat para Rasul dan kitab. Maka dia pulang
sambil membawa HUBAL dan meletakkannya di Ka’bah. Setelah itu dia
mengajak penduduk Mekkah untuk membuat persekutuan terhadap Allah. Orang orang
Hijaz pun banyak yang mengikuti penduduk Mekkah, karena mereka dianggap sebagai
pengawas Ka’bah dan penduduk tanah suci.
Pada saat itu, ada tiga berhala yang
paling besar yang ditempatkan mereka ditempat-tempat tertentu, seperti :
1. Manat, mereka tempatkan di Musyallal ditepi laut merah dekat
Qudaid.
2. Lata, mereka tempatkan di Tha’if.
3. Uzza, mereka tempatkan di Wady Nakhlah.
Setelah itu, kemusyrikan semakin merebak dan berhala-berhala
yang lebih kecil bertebaran disetiap tempat di Hijaz. Yang menjadi fenomena
terbesar dari kemusyrikan bangsa Arab kala itu yakni mereka menganggap dirinya
berada pada agama Ibrahim.
Ada beberapa contoh tradisi dan penyembahan berhala yang
mereka lakukan, seperti :
- Mereka
mengelilingi berhala dan mendatanginya, berkomat-kamit dihadapannya,
meminta pertolongan tatkala kesulitan, berdo’a untuk memenuhi kebutuhan,
dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa memberikan syafaat
disisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki.
- Mereka
menunaikan Haji dan Thawaf disekeliling berhala, merunduk dan bersujud
dihadapannya.
- Mereka
mengorbankan hewan sembelihan demi berhala dan menyebut namanya.
Banyak lagi tradisi penyembahan yang mereka lakukan terhadap
berhala-berhalanya, berbagai macam yang mereka perbuat demi keyakinan mereka
pada saat itu.
Bangsa
Arab berbuat seperti itu terhadap berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan
bahwa hal itu bisa mendekatkan mereka kepada Allah dan menghubungkan mereka
kepada-Nya, serta memberikan manfaat di sisi-Nya.
Selain
itu, Orang-orang Arab juga mempercayai dengan pengundian nasib dengan anak
panah dihadapan berhala Hubal. Mereka juga percaya kepada perkataan Peramal,
Orang Pintar dan Ahli Nujum.
Dikalangan
mereka ada juga yang percaya dengan Ramalan Nasib Sial dengan sesuatu.
Ada juga diantara mereka yang percaya bahwa orang yang mati terbunuh, jiwanya
tidak tentram jika dendamnya belum dibalaskan, ruh nya bisa menjadi burung hantu
yang berterbangan di padang seraya berkata,”Berilah aku minum, berilah aku
minum”!jika dendamnya sudah dibalaskan, maka ruh nya akan menjadi tentram.
Sekalipun
masyarakat Arab jahiliyah seperti itu, toh masih ada sisa-sisa dari agama
Ibrahim dan mereka sama sekali tidak meninggalkannya, seperti pengagungan
terhadap ka’bah, thawaf disekelilingnya, haji, umrah, Wufuq di Arafah dan
Muzdalifah. Memang ada hal-hal baru dalam pelaksanaannya.
Semua
gambaran agama dan kebiasaan ini adalah syirik dan penyembahan terhadap berhala
menjadi kegiatan sehari-hari , keyakinan terhadap hayalan dan khurafat selalu
menyelimuti kehidupan mereka. Begitulah agama dan kebiasaan mayoritas bangsa
Arab masa itu. Sementara sebelum itu sudah ada agama Yahudi, Masehi, Majusi,
dan Shabi’ah yang masuk kedalam masyarakat Arab. Tetapi itu hanya sebagian
kecil oleh penduduk Arab. Karena kemusyrikan dan penyesatan aqidah terlalu
berkembang pesat.
Itulah
agama-agama dan tradisi yang ada pada saat detik-detik kedatangan islam. Namun
agama-agama itu sudah banyak disusupi penyimpangan dan hal-hal yang merusak.
Orang-orang musyrik yang mengaku pada agama Ibrahim, justru keadaannya jauh
sama sekali dari perintah dan larangan syari’at Ibrahim. Mereka mengabaikan
tuntunan-tuntunan tentang akhlak yang mulia. Kedurhakaan mereka tak terhitung
banyaknya, dan seiring dengan perjalanan waktu, mereka berubah menjadi para
paganis (penyembah berhala), dengan tradisi dan kebiasaan yang menggambarakan
berbagai macam khurafat dalam kehidupan agama, kemudian mengimbas kekehidupan
social, politik dan agama.
Sedangkan
orang-orang Yahudi, berubah menjadi orang-orang yang angkuh dan sombong.
Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah. Para pemimpin inilah
yang membuat hukum ditengah manusia dan menghisab mereka menurut kehendak yang
terbetik didalam hati mereka. Ambisi mereka hanya tertuju kepada kekayaan dan
kedudukan, sekalipun berakibat musnahnya agama dan menyebarnya kekufuran serta
pengabaian terhadap ajaran-ajaran yang telah ditetapkan Allah kepada mereka,
dan yang semua orang dianjurkan untuk mensucikannya.
Sedangkan
agama Nasrani berubah menjadi agama paganisme yang sulit dipahami dan
menimbulkan pencampuradukkan antara Allah dan Manusia. Kalaupun ada bangsa Arab
yang memeluk agama ini, maka tidak ada pengaruh yang berarti. Karena
ajaran-ajarannya jauh dari model kehidupan yang mereka jalani, dan yang tidak
mungkin mereka tinggalkan.
Semua
agama dan tradisi Bangsa Arab pada masa itu, keadaan para pemeluk dan
masyarakatnya sama dengan keadaan orang-orang Musyrik. Musyrik hati,
kepercayaan, tradisi dan kebiasaan mereka hampir serupa.
Kata Pengantar
Segala
puja dan puji bagi Allah SWT, zat penguasa seluruh alam jagat raya. Teriring
pula salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW. Amin.
Sebagai
wujud ikhtiar untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan
mahasiswa di Uin Suska khususnya jurusan pendidikan bahasa inggris.
Kami
menyusun makalah ini berdasarkan fakta yang kami dapat berbagai sumber-sumber
dan literature-literatur yang dijamin kebenarannya. Kami berterima kasih kepada
semua pihak yang ikut membantu untuk terselesainya makalah ini.
Kami
menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang budiman sangat
kami nharapkan untuk kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan dating.
Demikian
pentingnya mata kuliah sejarah peradaban islam bagi mahasiswa pendidikan bahasa
inggris, maka perlu diadakan makalah yang mampu merangsang kreativitas para
mahasiswa.
Semoga
kehadiran makalah ini dapat memberi mamfaat bagi kita semua dalam menjalankan
aktivitas belajar mengajar.
Pekanbaru,
27 Maret 2009
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sebagai
seorang muslim hendaknya kita mesti sejarah nabi Muhammad SAW baik ketika
beliau dalam berdakwah sampai hijrah ke madinah dan diangkat sebagai Rasul
Oleh
karena itu kami mencoba untuk mengingatkan kembali akan sejarah dan perjalanan
nabi untuk selalu kita contoh dan kita teladani dalam kehidupan sehari-hari.
Telah kita ketahui bersama bahwa umat islam pada saar sekarang ini lebih banyak
mengenal figure-figur yang sebenarnya tidak pantas untuk di contoh dan
ironisnya mereka sama sekali buta akan sejarah dan pri kehidupan rosulullah SAW
Oleh
karena itu kami mencoba untuk membuka, memaparkan tentang kehidupan nabi
Muhammad SAW, dan mudah-mudahan dengan adanya makalah ini menambah rasa
kecintaan kita pada nabi Muhammad SAW.
2.
Permasalahan
- Sejarah hidup
nabi Muhammad SAW
- Turunnya wahyu
yang pertama
- Nabi Muhammad
dalam berdakwah
- Nabi Muhammad
SAW hijrah kemadinah
- Pembentukan
Komunitas Madinah
- Pembentukan
Negara Madinah
- Piagam Madinah
3.
Tujuan
Adapun
tujuan penulis menyusun makalah ini supaya pembaca lebih mengetahui tentang
kehidupan nabi Muhammad SAW dan proses pembentukan Negara Madinah sekaligus
memahami isi-isi piagam Madinah.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW
Nabi
Muhammad saw dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul Awal atau 20 April 571M. Sebelum
beliau dilahirkan ayahnya telah wafat oleh karena itu kakeknyalah yang mengasuh
beliau kemudian di susui oleh Halimatus Sa'diyah. Setelah kakeknya wafat beliau
diasuh oleh pamannya yaitu Abu Thalib.salah satu dari usaha Muhammad yang
terpenting sebelum di utus menjadi rosul ialah berniaga ke syam membawa
barang-barang Khadijah. Perniagaan ini menghasilkan laba yang banyak dan
menyebabkan adanya pertalian antara Muhammad dengan Khadijah dan mereka
kemudian mereka menikah. Waktu itu beliau berumur 25 tahun dan khadijah sudah
janda yang berumur 40 tahun.
2.
Proses Turunnya Wahyu Yang Pertama
Menjelang
usianya yang ke 40, dia sudah terlalu terbiasa memisahkan diri dari kegalauan
masyarakat, berkontemplasi ke gua hira, bebarapa kilometer di utara kota mekah.
Disana Muhammad mula-mula ber jam-jam kemudian berhari-hari bertafakur. Pada
tanggal 17 ramadhan tahun 611 Masehi, malaikat jibril muncul menyampaikan wahyu
Allah yang pertama :
???????
??????? ??????? ??????? ?????? 1
??????
?????????? ???? ?????? 2
???????
????????? ????????? 3
???????
??????? ??????????? 4
???????
?????????? ??? ???? ???????? 5
Artinya
:
Bacalah
dengan nama tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu itu maha melihat. Dia telah mengajar
dengan kalam. Dia telah mengajar manusia apa yang mereka tidak ketahui ( QS 96 : 1-5 )
Dengan
turunnya wahyu pertama itu, berarti Muhammad telah dipilih Allah sebagai Rasul,
dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada agama. Setelah wahyu
pertama itu datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama sementara Nabi
Muhammad SAW menantikannya dan selalu datang ke Gua Hira'.
3.
Nabi Muhammad SAW Dalam Berdakwah
Dalam
proses penantian Jibril, turun wahyu yang membawa perintah kepada Rasulullah.
Wahyu itu itu berbunyi sebagai berikut : Hai orang yang brselimut bangun,
dan beri ingatlah. Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah
pakaianmu, tinggalkan perbuatan dosa dan janganlah engkau memberi ( dengan
maksud ) memperoleh ( balasan ) yang lebih banyak dan untuk ( untuk memenuhi
perintah ) Tuhanmu bersabarlah. ( Al- Muddatsir 1-7 )
Dengan
turunnya perintah itu mulailah Rasulullah berdakwah. Pertama-tama, beliau
melakukannya secar diam-diam di lingkungannya sendiri, keluarga, dan
sahabat-sahabat beliau yang paling karib. Mereka di seru kepada pokok-pokok
agama islam yang disebut dalam ayat-ayat diatas yaitu, bertauhid kepada allah
dan meninggalkan ilah dan berhala-berhala yang mereka sembah.
Mula-mula
istrinya sendiri, Khadijah, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang
beru berumur 10 tahun. Kemudian Abu Bakar sahabat karibnya sejak masa
kanak-kanak. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu
Aiman, pengasuh Nabi sejak ibunya Aminah masih hidup. Banyak orang-orang yang
menerima seruan Nabi melalui perantara Abu Bakar. Mereka dikenal dengan sebutan
Assabiqunal Awwalun . Mereka ialah Usman bin Affan, Zubair ibnu Awwan,
Sa'ad ibnu Abu Waqqas, Abdurrahman ibnu Auf, Talhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah
ibnul Jarrah, dan Arqam ibnu Abu Arqam. Rumah Arqam pada saat itu dijadikan
tempat pertemuan untuk menyampaikan dakwah islam.
Tidak
berapa lama turunlah ayat kepada Nabi Muhammad SAW “ Maka sampaikanlah
olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan
berpalinglah dari orang-orang musrik. Sesungguhnya kami memelihara kamu dari
kejahatan orang-orang yang memperolok-olokan kamu.
Sesudah
ayat ini tu, mulailah Rasulullah SAW menyeru segenap lapisan manusia kepada
agama Islam menyeru segenap lapisan manusia secara terang-terangan baik
golongan bangsawan maupun hamba sahaya, begitupun anggota kerabat mereka
sendiri atau orang-orang yang jauh. Mula-mulanya beliau menyeru penduduk mekkah
lalu kemudiah penduduk negeri yang lain. Disamping itu beliau juga orang-orang
yang berdatangan ke mekkah untuk melakukan ibadah haji. Dengan usahanya yang
gigih. Hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut nabi yang tadinya
hanya 12 an orang makin hari makin bertambah. Mereka terutama terdiri dari kaum
wanita, budak, pekerja dan orang-orang yang tak punya.
-
Quraisy Mulai Menentang
Setelah
dakwah terang-terangan itu pemimpin quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah
rasul. Semakin bertambanya jumlah pengikut Nabi, semakin keras tantangan yang
dilancarkan kaum Quraisy.
Faktor-faktor
yang mendorong Quraisy menentang seruan islam
Dengan
mempelajari dan mengerti bagaimana kehidupan bangsa arab dapatlah kita
menyimpulkan sebab-sebab yang mendorong kaum quraisy menentang agama islam
yaitu sebagai beriku :
Persaingan
merebut kekuasaan
Kaum
Quraisy tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan, atau antara
kenabian dan kerajaan. Mereka mengira tunduk kepada agama Muhammad berarti
tunduk kepada kekuasaan Abdul Muthalib. Sedangkan suku-suku bangsa arab selalu
bersaingan untuk merebutkan kekuasaan dan pengaruh. Sebab itu bukanlah hal yang
mudah bagi kaum quraisy untuk menyerehkan kepemimpinan kepada Muhammad karena
menurut mereka berarti suku-suku bangsa arab akan kehilangan kekuasaan dalam
masyarakat.
Penyamaan
antara hak antara kasta bangsawan dan kasta hamba sahaya
Bangasa
arab hidup dengan system kasta, tiap-tiap manusia digolongkan dalam kelompok
kasta yang tak boleh dilampauinya. Tapi seruan nabi Muhammad membrikan hak yang
sama kepada manusia, yang merupakan suatu dasar yang penting dalam agama islam,
agama islam memandang sama antara hamba sahaya dengan tuannya.
Takut
dibangkitkan dari alam kubur
Agama
islam mengajarkan bahwa pada hari kiamat manusia akan dibangkitkan dari dalam
kuburnya dan semua amal pernebuatan manusia akan di hisab , orang-orang
yang berbuat baik maka Allah akan membalasnya dengan surga akan tetapi orang
yang berbuat jahat akan dibalas dengan neraka. Kaum Quraisy tidak dapat
menerima agam islam yang mengajarkan manusia akan dibangkitkan kembali sesudah
mati.
Taklid
kepada nenek moyang
Para
kaum Quraisy taklid secara membabi buta terhadap nenek moyangnya dan mengikuti
langkah-langkah mereka dalam prersoalan peribadatan dan tingkah laku adalah
suatu yang telah berurat dan berakar pada bangsa arab karena itu sangat
beratlah terasa bagi mereka meninggalkan agama nenek moyang dan mengikuti agama
baru yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Mereka berkata : “Apabila dikatakan
kepada mereka” Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti rasul.
“Mereka menjawab: cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami
mengerjakanya. Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa dan tidak pula mendapat
petunjuk?
Memperniagakan
patung
Salah
satu dari perusahaan orang arab dahulu adalah memahat patung yang menggambarkan
Latta, Uzza , Manna , dan Hubal patung-patung itu mereka
jual kepada Jamaah Haji, mereka membelinya supaya mendapat berkat atau untuk
kenang-kenangan. Tetapi agama Islam melarang menyembah memahat dan menjual
patung, karena itu saudagar-saudagar patung memandang agama Islam sebagai
penghalang rezeki mereka, oleh karena itu, mereka menentang agama islam.
Fase-fase
tantangan Quraisy terhadap agama Islam
Pada
permulaan islam kaum Quraisy belumlah mencurahkan perhatiannya terhadap umat
islam mereka mengira bahwa seruan nabi Muhammad itu hanya satu gerakan yang
tidak akan bertahan lama untuk akan lemah dan akan punah dengan sendirinya.
Akan tetapi, alangkah terkejutnya mereka melihat dengan cepat memasuki
kehidupan rumah tangga mereka dan hamba sahaya yang dulu mereka anggap
derajatnya terlebih sebagai harta benda telah menerima pula seruan itu dan
telah menerima pula seruan itu dengan baik. Pertama sekali mereka halangi para
hamba sahaya dan orang-orang yang lemah seperti Yasir dan putranya Ammar serta
istrinya Summayyah, begitu juga Bilal, Habab Ibnu Haris dan lainnya mendapat
siksaan yang berat diluar prikemanusiaan. Akan tetapi Nabi SAW tidak mendapatkan
siksaan karena Bani Hasyim memiliki kedudukan yang tinggi pada pandangan mereka
dan Rasul sendiri mendapat perlindungan dari pamannya Abu Thalib. Akan tetapi,
seruan Nabi bertambah tersiar dan bangsawan Quraisy mulai banyak yang masuk.
4.
Hijrah Nabi Ke Madinah
- Rencana-rencana
jahat kafir Quraisy terhadap diri Nabi Muhammad dan kaum Muslimin
diantaranya,
- Fitnah tentang
Nabi Muhammad dituduh juru penerang yang memecah belah masyarakat
- Abu Jahal sangat
memusuhi Nabi Muhammad sehingga dia ingin membunuhnya
- Kaum Muslimin
yang di Makkah dikucilkan oleh masyarakat Makkah selama tiga tahun.
Melihat
kenyataan seperti itu akhirnya nabi memandang bahwa kota Makkah tidak dapat
dijadikan lagi pusat dakwah. Karena itu, Nabi pernah mengunjungi beberapa
negeri seperti Thaif, untuk dijadikan sebagai tempat pusat dakwah, namun
ternyata tidak bisa, karena penduduk Thaif juga memusuhi Nabi. Oleh karena itu,
Nabi memilih kota Madinah ( Yastrib ) sebagai tempat hijrah kaum
Muslimin, dikarenakan beberapa faktor antara lain :
- Madinah adalah
tempat yang paling dekat dengan Makkah
- Sebelum jadi
Nabi, Muhammad telah mempunyai hubungan yang baik dengan penduduk madinah
karena kakek nabi, Abdul Mutholib, mempunyai istri orang Madinah
- Penduduk Madinah
sudah dikenal Nabi bahwa mereka memiiki sifat yang lemah lembut
- Nabi Muhammad
SAW mempunyai kerabat di madinah yaitu bani Nadjar
- Bagi diri Nabi
sendiri, hijrah ke Madinah karena perintah Allh SWT.
Pada
tahun ke-13 sesudah Nabi Muhammad diutus, 73 orang penduduk Madinah berkunjung
ke Makkah untuk mengunjungi Nabi dan meminta beliau agar pindah ke Madinah.
Dikarenakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan penduduk Madinah mudah
menerima ajaran Islam yaitu :
- Bangsa arab
Yastrtib lebih memahami agama-agama ketuhanan Karena mereka sering
mendengar tentang Allah, wahyu, kubur, hisab, berbangkit, surga dan
neraka.
- Penduduk Yastrib
memerlukan seorang pemimpin yang mampu mempersatukan suku-suku yang saling
bermusuhan.
Selama
dalam perjalanan ke Madinah beliau mengalami banyak gangguan selain diganggu
oleh Suraqah yang mengejar beliau sekaligus pembunuh bayaran, beliaupun sempat
singgah ke Kubah dan mendirikan masjid yang dikenal dengan Masjid Kuba, dalam
Al-Qur'an disebut dengan Masjid Taqwa . Masjid inilah yang pertama kali
dibangun oleh Nabi Muhammad SAW.
Setelah
ada berita bahwa Nabi Muhammad dalam perjalanan menuju kota Madinah maka kaum
Muslimin Madinah sudah nenunggu kedatangan beliau dengan penuh kerinduan dan
penghormatan. Pada hari Jum'at tahun pertama hijriah bertepatan dengan tanggal
2 Juli 622M, Nabi beserta rombongan Muhajirin lainnya disambut meriah oleh
penduduk Madinah sambil melagukan sebuah syair yang terkenal. Pada hari jum'at
itu pula Nabi untuk pertama kali mengadakan Shalat Jum'at bersama kaum
Muhajirin dan Anshor.
Setelah
Nabi menetap di Madinah, barulah Nabi mulai mengatur semua untuk kebaikan dan
kepentingan penduduk Madinah serta kepentingan umat Islam. Peristiwa hijrah
nabi ke Madinah akhirnya dijadikan sebagai awal perhitungan tahun hijriah.
5.
Pembentukan komunitas madinah dan Negara madinah
Setalah
tiba dan diterima penduduk Yastrib ( Madinah ), Nabi resmi menjadi
pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda
dengan periode Mekkah, periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik.
Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di
Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama,
tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul
dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul
secara otomatis merupakan sebagai Kepala Negara. Dalam rangka memperkokoh
masyarakat dan Negara baru itu, nabi segera meletakkan dasar-dasar kehidupan
bermasyarakat. Dasar pertama , pembangunan Masjid, selain untuk
tempat shalat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum Muslimin
dan mempertalikan jiwa mereka. Masjid pada masa Nabi juga berfungsi sebagai
pussat pemerintahan. Dasar kedua , Ukhuwah Islamiah ,
persaudaraan sesama musllim. Nabi mempersaudarakan golongan Muhajirin dengan
Anshor. Ini berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru yaitu
persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan beersasarjan darah. Dasar
ketiga , hubungan persahabatan sengan pihak-pihak lain yang tidak
beragama islam.
Meskipun
penduduk Madinah terdiri dari Islam, Yahudi, dan Musyrikin. Rasulullah
menetapkan keamanan Negeri Madinah adalah tanggung jawab semua golongan. Bila
ada musuh dari luar maka secara gotong-royong mengusirnya. Konsep tanggung
jawab ini menjadikan Negeri Madinah adalah tempat tinggal yang aman bagi umat
Islam, dan golongan lain. Secara garis besar Negeri Madinah yang ditetapkan
Rasulullah yaitu :
- Setiap golongan,
kaum atau suku bertanggung jawab bagi harta rampasan atau uang tebusan
bagi masing-masing anggotanya.
- Penduduk Madinah
diharapkan kompak dalam menghadapi tindak kriminal, sekalipun untuk
keluarga terdekatnya yang merugikan anggota masyarakat lain
- Orang Yahudi
dari berbagai kelompok harus menjaga agamanya sendiri dan mereka dengan
kaum muslimin harus saling membantu.
Hijrahnya
Rasulullah SAW memberikan hikmah yang besar terhadap perkembangan Dakwah
Islamiah diantaranya :
- Kemenangan
dakwah Rasulullah dan kaum Muslimin terhadap kaum Quraisy
- Terbentuknya
agama Islam yang beribukota di Madinah dengan nabi Muhammad SAW sebagai
kepala Negara dan kepala pemerintahannya
- Tersebarnya
agama Islam kepelosok penjuru dunia
6.
Piagam Madinah
Isi
Piagam Madinah antara lain :
- Kelompok
masing-masing berhak menghukum orang yang membuat kerusakan dan memberikan
keamanan bagi orang yang patuh
- Kebebasan
beragama terjamin untuk semua kelompok
- Menjadi suatu
kewajiban bagu penduduk madinah muslim dan yahudi untuk salaing membantu
dan menolong
- Saling
mengadakan kerja sama dengan mempertahankan Negeri Madinah dari segala
serangan
- Rasulullah
menjadi pemimpin tertinggi di negeri Madinah, segala perkara dan
perselisihan besar diserahkan kepada beliau untuk memutuskannya.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kesimpulan
dari makalh ini adalah bahwa sanya nabi Muhammad saw merupakan nabi dan rasul
yang diutus kepada manusia untuk memberikan bimbingan kepada jalan yang lurus
dengan perjuangan yang gigih. Beliau berhasil merubah kebiasaan umat manusia
dari keburukan kepada jalan kebenaran untuk menyembah allah swt.
Dan
bagaimana kita sebagai umat islam untuk menjadikan beliau sebagai contoh dan
suri taulaadan bagi kita dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam lingkungan
keluarga, agama, masyarakat, dan bernegara.
2.
Saran
Adapun
saran penulis kepada pembaca agar dapat lebih mengetahui tentang kehidupan nabi
Muhammad SAW, proses turunnya wahyu yang pertama, hijrahnya nabi ke Madinah,
dan proses pembentukan Negara Madinah sekaligus dapat memahami isi-isi piagam
Madinah. Selain dari pada itu, bila terdapat kesalahan kami mohon maaf karena
masih dalam proses pembelajaran.
0 comments :
Post a Comment