BTemplates.com

MAIN

Home » » CONTOH KERANGKA METODE PENELITIAN

CONTOH KERANGKA METODE PENELITIAN

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Pembahasan
Segala puji hanyalah kepunyaan Allah, yang telah menjadikan sebab untuk segala perkara, Mampelajari teknik pengumpulan data yang ada dalam makalah ini, semoga akan menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan, memperluas wawasan dan pandangan, menemukan perspektif baru, serta mendapatkan hal-hal yang baru. Lebih jauh lagi, mempelajari teknik pengumpulan data dapat mendorong kita lebih giat lagi untuk meneliti dan mendapatkan keabsahan data, yang nantinya akan dijadikan sebuah karya dan kebenaran.

  1. Rumusan Pembahasan
Adapun pembahasan yang ada dalam makalah ini yaitu :
  1. Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kuantitatif
  2. Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif

  1. Tujuan
Adapun tujuan yang diambil oleh penyusun dalam pembuatan makalah ini adalah disamping memenuhi tugas kelompok juga untuk menambah wawasan mahasiswa mengenai teknik pengumpulan data dalam hal pendidikan tentunya, juga untuk semata-mata hanya mencari ridha ALLAH SWT dalam rangka melaksanakan kewajiban untuk menuntut ilmu.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    TEKNIK PENGUMPULAN DATA DALAM PENELITIAN KUANTITATIF
Untuk memperoleh data atau informasi dalam studi kasus tentu perlu dilakukan kegiatan
pengumpulan data. Data sebagai informasi awal yang dibutuhkan sebagai penunjang
studi kasus, untuk itu diperlukan data-data mengenai klien dalam aspek-aspek sebagai
berikut:
Latar belakang keluarga; data tentang orang tua, saudara-saudara, taraf sosial ekonomi
keluarga, suasana kehidupan keluarga, adapt istiadat, pola asuh orang tua.
Riwayat sekolah ; jenjang pendidikan sekolah yang telah diselesaikan dalam waktu berapa tahun, tamat dimana, tahu berapa, kesulitan belajar yang dialami.
Taraf prestasi ; dalam bidang-bidang studi yang mempunyai relevansi bagi perencanaan
pendidikan lanjutan dan penentuan jabatan kelak.
Taraf kemampuan intelektual atau kemampuan akademik ; kemampuan untuk mencapai
prestasi disekolah yang didalamnya berpikir memegang peranan pokok.
Bakat khusus ; kemampuan untuk mencapai prestasi yang tinggi di bidang tertentu.
Minat terhadap bidang studi dan bidang pekerjaan tertentu; kecenderungan menetap
untuk merasa tertarik pada sesuatu.
Pengalaman diluar sekolah; kegiatan dalam organisasi muda-mudi dan pengalaman kerja.
Ciri-ciri keperibadian yang tidak termasuk kedalam no 4 ,5, 6 diatas; sifat tempramen,
sifat karakter, corak kehidupan emosional, nilai-nilai kehidupan yang dijunjung tinggi,
kadar pergaulan social dengan teman-teman sebaya, sikap dalam menghadapai
permasalahan dalam berbagai bidang kehidupan, keadaan mental dsb.
Kesehatan jasmani; keadaan kesehatan pada umumnya, gangguan pada alat-alat indera,
cacat jasmani dan penyakit serius yang pernah diderita.
1.   Angket
Angket adalah suatu Alat yang memuat sejumlah item atau pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa secara  tertulis juga. Dengan mengisi angket ini siswa memberikan keterangan tentang sejumlah hal yang relevan bagi keperluan bimbingan, seperti keterangan tentang keluarga, kesehatan jasmani, riwayat pendidikan, pengalaman belajar sekolah dan dirumah, pergaulan social, rencana pendidikan lanjutan, kegiatan diluar sekolah, hobi dan mungkin kesukaran yang mungkin dihadapi.
Keunggulan : Dalam waktu singkat diperoleh banyak keterangan.
Pengisiannya dapat dilakukan dikelas, siswa dapat menjawab sesuai dengan keadaannya tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
Kelemahan : Siswa tidak dapat memberikan keterangan lebih lanjut karena jawaban terbatas pada hal- hal yang ditanyakan. Siswa dapat menjawab tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya jika dia menghendaki demikian. Jawaban hanya mengungkap keadaan siswa pada saat angket diisi.
2.   Tes
Test merupakan suatu metode penelitian psikologis untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin seseorang, dengan menggunakan pengukuran (measurement) yang menghasilkan suatu deskripsi kuantitatif tentang aspek yang diteliti. Keunggulan metode ini adalah : Lebih akurat karena test berulang-ulang direvisi. Instrument penelitian yang objektif.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah : Hanya mengukur satu aspek data.
Memerlukan jangka waktu yang panjang karena harus dilakukan secara berulang-ulang. Hanya mengukur keadaan siswa pada saat test itu dilakukan.
Jenis-Jenis Test
1. Tes Intelegensi. Tes kemampuan intelektual, mengukur taraf kemampuan berfikir, terutama berkaitan dengan potensi untuk mencapi taraf prestasi tertentu dalam belajar di sekolah (Mental ability Test; Intelegence Test; Academic Ability Test; Scholastic Aptitude Test). Jenis data  yang dapat diambil dari tes ini adalah kemampuan intelektual atau kemampuan  akademik.
2. Tes Bakat. Tes kemampuan bakat, mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil dalam bidang studi tertentu, program pendidikan vokasional tertentu atau bidang pekerjaan tertentu, lingkupnya lebih terbatas dari tes kemampuan intelektual (Test of Specific Ability; Aptitude Test ). Kemampuan khusus yang diteliti itu mencakup unsur-unsur intelegensi, hasil belajar, minat dan kepribadian yang bersama-sama memungkinkan untuk maju dan berhasil dalam suatu bidang tertentu dan mengambil manfaat dari pengalaman belajar dibidang itu.
3. Tes Minat. Tes minat, mengukur kegiatan-kegiatan macam apa paling disukai seseorang. Tes macam ini bertujuan membantu orang muda dalam memilih macam pekerjaan yang kiranya paling sesuai baginya (Test of Vocational Interest).
4. Tes Kepribadian. Tes kepribadian, mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat kognitif, sepertisifat karakter, sifat temperamen, corak kehidupan emosional, kesehatan mental, relasi-relasi social dengan orang lain, serta bidang-bidang kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian diri. Tes Proyektif, meneliti sifat-sifat kepribadian seseorangmelalui reaksi-reaksinya terhadap suatu kisah, suatu gambar atau suatu kata; angket kepribadian, meneliti berbagai ciri kepribadian seseorang dengan menganalisa jawaban-jawaban tertulis atas sejumlah pertanyaan untuk menemukan suatu pola bersikap, bermotivasi atau bereaksi emosional, yang khas untuk orang itu. Kelemahan Tes Proyektif hanya diadministrasi oleh seorang psikolog yang berpengalaman dalam menggunakan alat itu dan ahli dalam menafsirkannya.
5. Tes Perkembangan Vokasional. Tes vokasional, mengukur taraf perkembangan orang muda dalam hal kesadaran kelak  akan memangku suatu pekerjaan atau jabatan (vocation); dalam memikirkan hubungan antara memangku suatu jabatan dan cirri-ciri kepribadiannya serta tuntutan-tuntutan social-ekonomis; dan dalam menyusun serta mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Kelebihan tes semacam ini meneliti taraf kedewasaan orang muda dalam mempersiapkan diri bagi partisipasinya dalam dunia pekerjaan (career maturity).
6. Tes Hasil Belajar (Achievement Test). Tes yang mengukur apa yang telah dipelajari pada berbagai bidang studi, jenis data yang dapat diambil menggunakan tes hasil belajar (Achievement Test) ini adalah taraf prestasi dalam belajar.
3.   Check List
Penataan data dilakukan dengan menggunakan sebuah daftar yang memuat nama
observer dan jenis gejala yang diamati.
4.   Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh (monster) yang diambil dengan menggunakan cara­-cara tertentu. Masalah sampel dalam suatu penelitian timbul disebabkan hal berikut ini:
a.       Penelitian bermaksud mereduksi objek penelitian sebagai akibat dari besarnya jumlah populasi, sehingga harus meneliti sebagian saja dari populasi.
b.      Penelitian bermaksud mengadakan generalisasi dari hasil­hasil kepenelitiannya, dalam arti mengenakan kesimpulan­kesimpulan kepada objek, gejala, atau kejadian yang lebih luas (Sutrisno Hadi, 1980: 70).
Adapun alas an-alasan penelitian dilakukan dengan mempergunakan sampel diantaranya :
Ø  Ukuran populasi
Ø  Masalah biaya
Ø  Masalah waktu
Ø  Percobaan yang sifatnya merusak
Ø  Masalah ketelitian
Ø  Masalah ekonomis

B.     TEKNIK PENGUMPULAN DATA DALAM PENELITIAN KUALITATIF
Menurut lofland dan lofland (1984 : 47) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi kedalam wawancara / kata-kata dan pengamatan / tindakan, dan dokumentasi.
1.      Wawancara
Pembahasan tentang wawancara akan mempersoalkan beberapa segi yang mencakup pengertian, dan macam-macam wawancara. Bentuk-bentuk pertanyaan, menata urutan pertanyaan, perencanaan wawancara, dan wawancara kelompok focus.
a)      Pengertian dan macam-macam wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu Pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan Terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Makasud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan guba (1985 : 266), antara lain : mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan. Merekontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan dating, memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi) dan memverifikasi mengubah dan memperluas kontruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.
Ada beberapa macam-macam cara pembagian jenis wawancara yang dikemukakan dalam kepustakaan, duan diantaranya dikemukakan disini.
Cara pembagian pertama dikemukakan oleh patton (1980 : 197) sebagai berikut :
(a) wawancara pembicaraan informal
(b) pendekatang menggunakan petunjuk umum wawancara, dan
(c) wawancara baku terbuka.
b)     Bentuk-bentuk pertanyaan
Jika pewawancara hendak mempersiapkan suatu wawancara, ia perlu membuat beberapa keputusan. Keputusan itu berkenaan dengan pertanyaan apa yang perlu ditanyakan, bagaimana mengurutkannya, sejauh mana kekhususan pertanyaan itu, berapa lama wawancara itu, dan bagaimana memformulasikan pertanyaan itu. Patton (1980:207-211) memberikan enam jenis pertanyaan dan setiap pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara akan terkait dengan salah satu pertanyaan lainnya.
1. pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman atau perilaku
2. pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat atau nilai
3. pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan
4. pertanyaan tentang pengetahuan
5. pertanyaan yang berkaitan dengan indera
6. pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang atau demografi
c)      Penata urutan pertanyaan
Ada tiga cara peñata urutan pertanyaan, menurut guba dan Lincoln (1981:180-183), yaitu
1. bentuk cerobong
2. kebalikan bentuk cerobong
3. rencana kuintamensional
Pada tata urutan bentuk cerobong pertanyaan-pertanyaan dimulai dari segi yang umum mengarah kepada yang khusus. Setiap pertanyaan berikutnya berkaitan dengan yang sebelumnya dengan bentuk yang semakin menyempit dan makin mengkhusus.
Tata urutan bentuk kebalikan dari cerobong adalah yang cara penyusunan pertanyaanya terbalik jika dibandingkan dengan bentuk cerobong. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dimulai dengan pertanyaan yang khusus terlebih dahulu, kemudian makin ke umum. Tata urutan bentuk ini terutama bermanfaat dalam memotivasi responden yang pada mulanya malu-malu makin menjadi berani dan akhirnya terbiasa. Hal ini dapat pula diterapkan sewaktu yang terwawancara merasa terancam oleh pertanyaan-pertanyaan yang cukup sensitive.
Cara peñata urutan-urutan kuintamensional adalah cara memfokuskan pertanyaan dari dimensi kesadaran deskriftif menuju dimensi-dimensi afektif, perilaku, perasaan, atau sikap. Jadi, pertanyaan pertama hendaknya mulai dengan suatu yang menunjukan kesadaran, misalnya “apakah anda menyaksikan pertengkaran yang terjadi antara alif dan roni di halaman kampus ?”, pertanyaan ketiga harus memfokus pada bagian-bagian khusus tentang suatu isu :”apakah anda benar-benar tahu tentang perkelahian itu ?”. terakhir pewawancara harus menanyakan intensitasnya, yaitu pertanyaan yang bermaksud mendalamiintensitas dari akibatnya disekitar peristiwa itu.
d)     Perencanaan wawancara
Perencanaan yang diuraikan di sini menitikberatkan wawan­cara tak terstruktur karena untuk wawancara terstruktur sudah cukup petunjuk yang tersedia.
Persiapan wawancara tak terstruktur dapat diseleng­garakan menurut tahap-tahap tertentu. Tahap pertama ialah menemukan siapa yang akan diwawancarai. Barangkali pada suatu saat pilihan hanya berkisar di antara beberapa orang yang memenuhi persyaratan. Mereka adalah yang berperan, yang pengetahuannya luas tentang daerah atau lembaga tempat penelitian, dan yang suka bekerja sama untuk kegiatan penelitian yang sedang dilakukan. Pada dasarnya masalah penelitianlah yang membimbing pewawancara untuk menentukan responden yang diwawancarai. Jika ditemukan hanya satu atau dua orang, sedangkan oleh pewawancara dirasakan masih kurang, maka pewawancara dapat mena­nyakan kepada terwawancara siapa-siapa lagi yang kiranya memenuhi persyaratan untuk keperluan itu.
Langkah kedua ialah mencart tahu bagaimana cara yang sebaiknya untuk mengadakan kontak dengan responden. Karena responden adalah orang-orang pilihan, dianjurkan agar jangan membiarkan orang ketiga yang menghubungi, tetapi peneliti sendirilah yang melakukannya.
Langkah ketiga ialah mengadakan persiapan yang matang untuk pelaksanaan wawancara. Hal ini berarti pewawancara hendaknya, mengadakan latihan terlebih dahulu bagaimana memperkenalkan diri dan memberikan ikhtisar singkat tentang penelitian. Peneliti juga perlu melakukan pekerjaan rumah.untuk mempelajari minat dan perhatiannya, perialan­an kariernya, dan kegemarannya. la harus menyadari sekarang bertugas dalam pekerjaan apa, bagaimana penilaian masyarakat tentang pekerjaan, perilaku, dan karyanya. Mempelajari hal itu bermanfaat bagi pewawancara sendiri sewaktu berada dalam proses wawancara. Pengetahuan yang dimilikinya dapat menghangatkan wawancara, memecahkan dinginnya wawancara, dan sebagainya
e)      Pelaksanaan dan kegiatan sesudah wawancara
Kegitan sesudah wawancara berakhir cukup penting artinya bagi pewawancara dalam rangka pengecekan keabsahan data. Selain itu, pewawancara hendaknya menggunakan waktu itu untuk mengecek kualitas datanya. Pertarna-tama periksalah, apakah alat perekam berfungsi dengan baik atau tidak. Jika sekiranya rusak atau ada gangguan, secepatnya pewawancara membuat catatan lapangan secara lengkap berdasarkan catatan yang telah dibuatnya. Walaupun alat perekam -nya berfungsi dengan baik, pewawancara tetap perlu membuat catatan lapangan.
Dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan tertentu sebagai acuan, adakanlah pemeriksaan terhadap hal-hal yang diperlukan, seperti: Apakah seluruh informasi yang diperlu­kan dalam wawancara semuanya telah terjaring? Jika belum, apa persoalannya? Apakah perumusan dan pengajuan perta­nyaan kurang memadai? Apakah pertanyaannya dirumuskan secara salah ataukah cara pengajuannya yang tidak tepat?
Catatan lainnya tentang wawancara perlu pula dilakukan seperti di mana wawancara itu dilakukan, siapa yang menjadi terwawancara, bagaimana reaksinya, bagaimana peranan pewawancara itu sendiri, dan hal-hal apa saja yang dapat dicatat untuk memperkaya konteks wawancara. Di samping  yang telah dikemukakan, sesudah wawancara dituntut disiplin yang tinggi dari pewawancara untuk mengorganisasi dan mensistematisasi data agar siap dijadi­kan bahan analisis.

2.      Pengamatan
Beberapa pokok persoalan yang dibahas di sini mencakup (1) alasan pemanfaatan pengamatan, (2) macam-macam penga­matan dan derajat peranan pengamat, (3) apa yang diamati, (4) pengamatan dan pencatatan data, (5) pengamat yang diamati, dan (6) kelemahan pengamatan.
a.       Alasan Pemanfaatan Pengamatan
Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif, pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya seperti yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:191-193) sebagai berikut ini.
Pertama, teknik pengamatan ini didasarkan atas pengala­man secara langsung. Bukankah pengalaman adalah guru yang terbaik atau setelah melihat baru percaya? Tampaknya penga­laman langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Jika suatu data yang diperoleh kurang menyakinkan, biasanya peneliti ingin menanyakannya kepada subjek, tetapi karena ia hendak memperoleh keyakinan tentang keabsahan data tersebut, jalan yang ditempuhnya adalah mengamati sendiri yang berarti mengalami langsung peristiwanya.
Kedua, teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.
Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.
Keempat, sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias. Kemungkinan keliru itu terjadi karena kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil wawancara, adanya jarak.antara peneliti dan yang diwawancarai, ataupun karena reaksi peneliti yang emosional pada suatu saat. Jalan yang terbaik untuk mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan jalan memanfaatkan pengamatan.
Kelima, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi, pengamatan dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks.
Keenam, dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat. Misalkan seseorang mengamati perilaku bayi yang belum bisa berbicara atau mengamati orang-orang yang berkelainan, dan sebagainya.
Jika diikhtisarkan, alasan secara metodologis bagi peng­gunaan pengamatan ialah: pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya; pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subjek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan para subjek pada keadaan waktu itu; pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber data; pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subjek.
b.      Macam-macam Pengamatan dan Derajat Peranan Pengamat
1)      Berperan Serta Secara Lengkap
Pengamat dalam hal ini menjadi anggota penuh dari kelompok yang diamatinya. Dengan demikian ia dapat memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkannya, termasuk yang dirahasiakan sekalipun.
2)      pemeran serta sebagai pengamat
Peranan peneliti sebagai pengamat dalam hal ini tidak sepenuhnya sebagai pemeranserta tetapi melakukan fungsi pengamatan. Ia sebagai anggota pura-pura, jadi tidak melebur dalam arti sesugguhnya. Peranan demikian masih membatasi para subjek menyerahkan dan memberikan informasi terutama yang bersifat rahasia.
3)      pengamat sebagai pemeran serta
Peranan pengamat secara terbuka diketahui oleh umum bahkan mungkin ia atau mereka disponsori oleh para subjek. Karena itu maka segala macam informasi termasuk rahasia sekalipun dapat dengan mudah diperolehnya.
4)      Pengamat penuh
Biasanya hal ini terjadi pada pengamatan sesuatu eksperimen di laboratorium yang menggunakan kaca sepihak (one way screen). Peneliti dengan bebas mengamati secara jelas subjeknya dari belakang kaca sedang subjeknya sama sekali tidak mengetahui apakah mereka sedang diamati.
c.       Apa yang Diamati
Yang jelas, manusia tidak mungkin mengamati segala sesuatu. Manusia sebagai pengamat tidak sama dengan kamera film 8mm atau 16mm. Kamera film pun harus diarahkan dengan tepat untuk mengambil film tenting suatu peristiwa yang terjadi. Kamera film saja pun terbatas dalam biding penyorotannya dan hanya akin mengambil film pada sesuatu yang disorotnya. Baik manusia sebagai pengamat maupun kamera film, keduanya harus mempunyai. fokus (Patton 1980:137).
Guna melengkapi apa yang seharusnya dapat diamati, Patton (1980:138) menyatakan bahwa hal itu bergantung pada jenis dan variasi pendekatan pengamatan yang diperankan oleh pengamat itu sendiri. Ada lima dimensi pada suatu kontinuum.
Pertama, ditinjau dari segi peranan pengamat yang diamati. Peranan pengamat itu ialah pada latar pengamatan sebagian, atau pengamatan oleh orang luar.
Kedua, ditinjau dari segi gambaran peranan peneliti terhadap yang lainnya. Pada pengamatan terbuka, subjek mengetahui persis bahwa pengamatan sedang dilakukan oleh seorang pengamat. Pada situasi lainnya, pengamat hanya diketahui oleh sebagian, sedangkan sebagian lainnya, tidak mengetahuinya. Situasi lain lagi, yaitu pada pengamatan tertutup, subjek sama sekali tidak mengetahui kehadiran pengamat dan tidak mengetahui bahwa sedang diadakan pengamatan.
Ketiga, berkenaan dengan gambaran maksud pengamat terhadap lainnya. Pada sisi yang satu, kepada seluruh subjek diberitahukan maksud dan tujuan pengamatan. Penjelasan tentang maksud barangkali hanya diberitahukan kepada sebagian subjek, dan yang lainnya tidak diberitahu. Pada pengamatan tertutup maksud itu tidak diberitahukan sama sekali. Masih ada lagi yang lainnya, yaitu dengan sengaja peneliti memberitahukan maksudnya, tetapi secara tersamar atau disembunyikan atau barangkali maksudnya dibuat terbalik.
Keempat, dimensi ini berkenan dengan. lamanya pengamat­an dilakukan. Pengamatan dilakukan hanya pada saat yang singkat, misalnya satu jam, barangkali secara berulang. Di pihak lain pengamatan dilakukan untuk jangka waktu yang alam, barangkali berbulan-bulan atau menahun, seperti pengamatan berganda.
Terakhir, fokus suatu pengamatan. Di satu sisi fokus studi untuk keperluan pengamatan sangat sempit. Di pihak lain fokus studi itu secara meluas, yaitu dari segi pandangan keutuhan (holistik) jadi mencakup seluruh latar dengan unsur-unsurnya.
Uraian tersebut di atas menyatakan adanya variasi dari dimensi-dimensi pengamatan yang sekaligus menyatakan bahwa apa yang diamati itu pun bervariasi dan kesemuanya diarahkan oleh fokus suatu studi. Pengamat jelas berperan secara aktif dalam latar pengamatan, dan hal itu dipersoalkan pada uraian berikut ini.
d.      Pengamatan dan Pencatatan Data
Pada zaman ini banyak alat yang digunakan sebagai peng­ganti alat pengamatan oleh manusia. Penggunaan video-recorder adalah yang paling menonjol. Kegunaannya cukup banyak walaupun kelemahannya ada juga. Keuntungannya antara lain: dapat diamati dan didengar secara berulang sehingga apa yang diragukan dalam penafsiran datanya lang­sung dapat dicek; video-tape dapat dianalisis kembali oleh peneliti lainnya; memberikan dasar yang kuat dan dapat dicek kembali dengan mudah. Kelemahan penggunaan alat elektro­nik itu jelas juga seperti memakan waktu, biaya, dan situasi latar pengamatan terganggu.
Melihat kelemahan dan kemampuan rata-rata peneliti (kecuali penelitian yang dibiayai oleh proyek tertentu), pengamatan yang dilakukan oleh peneliti sendiri masih tetap besar peranannya dalam dunia penelitian. Melakukan pengamatan tidak bisa berdiri sendiri, artin.ya tidak dapat dilakukan tanpa pencatatan datanya. Beberapa petunjuk penting diberikan oleh Guba dan Lincoln (1981:203-306) mengenai pembuatan catatan seperti berikut ini.
1)      Buatlah catatan lapangan
2)      Buku harian pengalaman lapangan
3)      Catatan tentang satuan-satuan tematis
4)      Catatan kronologis
5)      Peta konteks
6)      Taksonomi dan system kategori
7)      Jadwal
8)      Sosiometrik
9)      Panel
10)  Balikan melalui kuesioner
11)  Balikan melalui pengamatan lainnya
12)  Daftar cek
13)  Alat elektronik
14)  Alat yang dinamakan topeng steno
e.       Pengamat yang Diamati
Ada dua macam kemungkinan: Pertama, peranan pengamat pasif, diam, hanya mencatat, dan tidak memperlihatkan ekspresi muka apa-apa. Namun, perlu diperhatikan bahwa biasanya peranan pasif demikian tidak akan efektif dalam penjaringan data. Kedua, sebaliknya sebagai manusia biasa­nya pengamat bertindak aktif tidak hanya mengamati, tetapi dalam keadaan tertentu berbicara, berkelakar, dan sebagai­nya. Jika kehadirannya aktif, ia sendiri sebagai pengamat diamati juga oleh para subjek, dan hal itu diharapkan akan mempengaruhi pekerjaannya. Namun, pada dasarnya peker­jaan pengamatan hendaknya dilakukan dengan bersikap dan bertingkah laku yang baik, dan dengan tindakan yang memadai barulah data yang diharapkan dapat terjaring sepenuhnya (Schaltzman dan Strauss, 1973:63-64). peranan aktif demikian sangat diharapkan, tetapi sebaliknya bisa mempengaruhi subjek sehingga informasi yang diperolehnya terkotori oleh kehadiran dan keaktifannya.
Persoalan yang muncul sehubungan dengan hal itu ialah apabila la aktif, la akan diamati sehingga menimbulkan perubahan; tetapi sebaliknya, kehadirannya secara pasif tanpa melakukan sesuatu akan dapat menimbulkan peruba­han juga. Bagaimanakah hal itu dapat diatasi? Jelas bahwa hal itu merupakan persoalan yang pengamat paling ber­pengalaman pun tidak akan dapat berbuat apa-apa. Dalam hal demikian peneliti perlu berasumsi bahwa perubahan seperti itu tanpa kehadirannya pun akan terjadi sehingga pengumpulan datanya dapat terus dilakukan.
Dalam menghadapi persoalan demikian hendaknya pene­liti bertindak wajar, manusiawi, dan jangan berkelebihan (over acting). Berbicaralah, tersenyumlah, dan berkelakarlah sebagaimana adanya. Menurut Salzman dan Strauss (1974: 64), dalam kaitannya dengan hal itu peneliti memasukkan peran para subjeknya ke dalam dirinya. Dari sisi ini dan dari sisi dia sebagai pengamat ia perlu mengorganisasi tindakan­nya. Hal itu berarti bahwa tindakannya secara sosial dapat diterima secara alamiah. Para subjek dengan demikian mengetahui pula kehadirannya dan dalam waktu relative singkat mereka akan bertindak wajar.
f.       Kelemahan pengamatan
Pada pelaksanaan pengamatan, baik dari segi praktisnyamaupun dari segi pengamat sendiri, terdapat beberapa kelemahan yang dikemukakan berikut ini.
Dari segi teknik pelksanaan, kelemahan pengamatan terletak pada beberapa hal. Pertama, pengamat terbatas dalam mengamati karena kedudukannya dalam kelompok, hubungannya dengan anggota, dan yang semacamnya. Kedua, pengamatan yang berperanserta sering sukar memisahkan diri walaupun hanya sesaat untuk membuat catatan hasil pengamatannya. Ketiga, hasil pengamatan berupa sejumlah besar data sering sukar clan sangat memakan waktu untuk menganalisisnya. Di samping itu, dalam situasi pengamatan berperanserta, pengamat cenderung melakukan pengamatan secara tidak sistematis. Untuk itu hendaknya peneliti selalu siap dengan jadwal pengamatan agar hal demikian tidak terjadi.
Di pihak lain dari segi pengamat sendiri sukar untuk mengatasi hal itu jika padanya tidak ada umpan balik. Walaupun demikian, seperti sudah dikemukakan, mungkin saja hal itu dapat diatasi jika kehadirannya akan membawa pengaruh pada latar; hal itu dapat didiskusikannya dengan informan, misalnya. Jika tidak menguasai dirinya, is cende­rung akan menciptakan hal yang keliru karena sikap prasang­kanya dan dengan asumsinya yang mungkin mengarahkannya pada sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan setempat.
Kelemahan-kelemahan pelaksanaan yang diungkapkan di atas tentu saja jangan sampai melemahkan semangat dan tekad peneliti untuk memanfaatkan teknik yang baik ini. Dengan mengetahui kelemahannya, justru seorang peneliti menyadarinya, kemudian menciptakan strategi dan taktik untuk mengatasinya apabila sudah berada. di lapangan penelitian.
Di samping persoalan tersebut di atas, hendaknya sebelum terjun ke latar penelitian yang sebenarnya calon peneliti atau peneliti hendaknya dilatih terlebih dahulu. Latihan tersebut akan menajamkan kemampuan calon peneliti untuk mendengar, melihat, merasakan, menghayati, dan kemampuan mencatat yang diperlukan. Latihan itu hendaknya dibimbing oleh dosen yang sudah banyak berpengalaman, hasilnya dibahas, kelemah­an-kelemahan diungkapkan dan dicontohkan bagaimana mengatasinya, dan sebagainya. Latihan demikian hendaknya pada awalnya dilakukan pada latar buatan dan berakhir pada latar sebenarnya. Dengan demikian kiranya kemampuan mengadakan pengamatan yang baik akan terpenuhi.
Dari penjelasan diatas dapat kita simak bahwa pengumpulan data dilapangan dengan memanfaatkan pengamatan bias efektif, tetapi pengamat sendiri harus berhati-hati memanfaatkannya.
3.      Dokumentasi
a.    Pengertian dan Kegunaan
Guba dan Lincoln (1981:228) mendefinisikannya seperti berikut : record adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting. Dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik.
Pembahasan di sini diarahkan pada dokumen dalam arti jika peneliti menemukan record, tentu saja perlu dimanfaat­kan. Dokumen biasanya dibagi atas dokumen pribadi dan dokumen resmi.
Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.
Dokumen dan record digunakan untuk keperluan peneliti­an, menurut Guba dan Lincoln (1981:235), karena alasan­alasan yang dapat dipertanggung-jawabkan seperti berikut ini.
1)      Dokumen dan record digunakan karena merupakan sum­ber yang stabil, kaya, dan mendorong.
2)      Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.
3)      Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks.
4)      Record relatif murah dan tidak sukar diperoleh, tetapi dokumen harus dicari dan ditemukan.
5)      Keduanya tidak reaktif sehingga sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.
6)      Hasil pengkajian isi akin membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.
b.   Dokumen Pribadi
Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan keperca­yaannya. Maksud mengumpulkan dokumen pribadi ialah untuk memperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai faktor di sekitar subjek penelitian. Jika guru atau peneliti meminta siswa atau subjek untuk menuliskan berkesan mereka, hal itu dipandang juga sebagai dokumen pribadi.
c.    Dokumen Resmi
Dokumen resmi terbagi atas dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga masyarakat tertentu yang digunakan dalam kalangan sendiri. Termasuk di dalamnya risalah atau laporan rapat, keputusan pemimpin kantor, dan semacamnya. Dokumen demikian dapat menyajikan informasi tentang keadaan, aturan, disiplin, dan dapat memberikan petunjuk tentang gaya kepemimpinan.
Dokumen eksternal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, buletin, pernyataan, dan berita yang disiarkan kepada media massa. Dokumen eksternal dapat dimanfaatkan untuk menelaah konteks sosial, kepemimpinan, dan lain-lain.


BAB III
PENUTUP

  1. KESIMPULAN
Untuk memperoleh data atau informasi dalam studi kasus tentu perlu dilakukan kegiatan pengumpulan data. Data sebagai informasi awal yang dibutuhkan sebagai penunjang studi kasus, ada beberapa cara dalam menggunakan teknik pengumpulan data secara kuantitatif, diantaranya menggunakan metode atau cara :
1.      Angket
2.      Tes
3.      Checklist, dan
4.      Teknik pengambilan sampel
Untuk penelitian yang menggunakan teknik kualitatif, Menurut lofland dan lofland (1984 : 47) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
1.      Wawancara, teknik wawancara sendiri mempunyai beberapa komponen lagi, diantaranya :
*      Pengertian dan macam-macam wawancara
*      Bentuk-bentuk pertanyaan
*      Peñata urutan pertanyaan
*      Perencanaan wawancara
*      Pelaksanaan dan kegiatan sesudah wawancara
2.      Pengamatan, Beberapa pokok persoalan yang dibahas di sini mencakup (1) alasan pemanfaatan pengamatan, (2) macam-macam penga­matan dan derajat peranan pengamat, (3) apa yang diamati, (4) pengamatan dan pencatatan data, (5) pengamat yang diamati, dan (6) kelemahan pengamatan
3.      Dokumentasi, Dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik.





DAFTAR PUSTAKA

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya, Columbus, Ohio, USA, 2005
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Semarang, 1996
H.M Ismadi, Multiple Choice Items, Pengukuran Pendidikan, Lembaga Pembina Pendidikan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1976
Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Social, Gadjah Mada University Press, Pontianak, 1983
http://www.scribd.com/doc/16140897/Jenis-Data-Dan-Metode-Pengumpulan-Data





0 comments :

Post a Comment